11 Pekerja Peserta Demo Tolak UU Cipta Kerja di Semarang Positif Covid-19
BNews–SEMARANG– Paska aksi unjuk rasa atau demo di Semarang, terdapat klaster pasien covid baru. Dimana terdapat klaster pasien covid-19 berasal dari peserta aksi demo di Semarang beberapa waktu lalu.
Hal ini disampaikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, yang menyebut ada klaster atau kelompok penularan Covid-19 dari kalangan pekerja. Dimana pekerja tersebut yang mengikuti demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, beberapa hari lalu.
“Dari klaster demo ini terpantau ada 11 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19,” ungkap Kepala Dinkes Kota Semarang, dr. Abdul Hakam, (17/10/2020).
Ia mengungkapkan, dari klaster demo itu ada 11 orang yang dinyatakan positif. Awalnya 10 orang yang ikut demo. Terus dilakukan tracing ketemu satu lagi. Jadi 11 orang,” ujar Hakam.
Dia menjelaskan awal penemuan klaster penularan Covid-19 dari peserta demo atau aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja itu.
Awalnya ditemukan dari kegiatan pemeriksaan atau tes rapid yang digelar pihak perusahaan yang karyawannya mengikuti aksi unjuk rasa. “Dari rapid [test] itu ketemu yang reaktif. Terus dilakukan swab test, ketemu yang positif,” tutur Hakam.
Hakam menambahkan ada dua perusahaan yang menggelar rapid test kepada karyawan yang menggelar unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Namun, Hakam tidak mau atau masih merahasiakan nama dua perusahaan yang menggelar rapid test tersebut. “Saat ini kasus positif dari klaster demo itu sudah kami tangani. Mereka semua OTG [orang tanpa gejala]. Mereka semua sudah dikarantina di rumah dinas [Rumdin Wali Kota Semarang],” tutur Hakam.
Ditemukannya klaster Covid-19 dari kalangan peserta aksi unjuk rasa atau demo itu pun menjadi warning bagi penanganan pandemi di Kota Semarang.
Hakam menyarankan bagi pekerja atau demonstran yang ingin menyuarakan aspirasi untuk lebih berhati-hati dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
“Kalau bisa demo melalui perwakilan saja yang ketemu DPR. Atau, kalau bisa demonya dilakukan secara daring saja,” tuturnya.
Kegiatan demo berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19 karena aksi tersebut memicu kerumunan. Selain itu, jika demo berujung ricuh, peserta demo umumnya mulai mengabaikan penerapan protokol kesehatan. (*/her)