Gelar Safari Kebangsaan di Magelang, ini yang dilakukan Sekjen PDI Perjuangan
BNews—MAGELANG– Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto lakukan safari kebangsaan jilid dua di Magelang (26/11). Ia beserta rombongan mengunjungi tiga agenda di tiga tempat berbeda.
Pertama pada senin pagi mereka menemui penyanyi legendaris Nomo Koeswoyo di kediamannya di Magelang. Dalam kunjungan Hasto ingin PDI Perjuangan memiliki semangat cinta Tanah Air yang digelorakan lewat lagu dan kebudayaan.
Hasto mengatakan Nomo Koeswoyo merupakan penyanyi yang lagu-lagunya bernuansa dengan pembangunan dan perjuangan bangsa Indonesia. “Tentunya hal ini harus digelorakan kepada seluruh generasi terutama dalam masa Pilpres 2019 mendatang,”ungkapnya.
“Kita bisa melihat Mas Nomo Koeswoyo sebagai seniman yang selalu menghormati Tanah Air kita dengan melakukan nation and character building melalui sebuah lagu,” imbuhnya.
Hasto juga menyampaikan seperti Tahun Nusantara beatnya sederhana dan kemudian syairnya menyentuh kita semuanya demikian pula lagu Sang Proklamator.“Karena itulah dengan kami mengunjungi beliau kami ingin menggelorakan kembali seluruh semangat cinta Tanah Air melalui gerak kebudayaan kita dan bangga dengan jatidiri kebudayaan kita dan itulah yang harus dilakukan lagu Nusantara,” tuturnya.
Untuk kegiatan safari kebangsaan berikutnya, Hasto berkesempatan bertemu dengan ribuan pengurus PDI Perjuangan se Kabupaten Magelang mulai dari tingkat ranting.PAC hingga DPC. Berlokasi di Balkondes Candirejo Borobudur mereka melakukan konsolidasi tim pemenangan Pilpres pada pemilu 2019 mendatang.
Dan didampingi Ketua Bidang Organisasi DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mereka juga menyempatkan diri menyinggahi pendopo Omah mBudur di Desa Jowahan, Kecamatan Borobudur. Di tempat itu, Hasto menemui pelaku seni dan budayawan Borobudur, Nuryanto.
Dengan disambut taburan melati dan iringan gamelan dan tiga penari menarikan Batik Tarum. “Tarum artinya dari kata harum. Tiga penarinya di bawah didikan Didik Nini Thowok,” ujar Nuryanto.
Menurutnya, Omah mBudur diresmikan pada 22 Desember 2016. “Di sini dulunya bekas alas. Ada prasasti yang menyebut ini kawasan Vanuareja yang menjadi tempat singgah para pemahat,” tuturnya.
Selanjutnya, Nuryanto mengajak Hasto dan Djarot mencetak stupa miniatur Borobudur. “Bahannya dari abu Merapi dan bekas gergajian batu,” tuturnya.
Kini, banyak turis yang mendatangi Borobudur mampir ke tempat Nuryanto untuk mencetak minatur stupa. “Dan ini menjadi suvenir khas dari sini,” kata pria berambut dikuncir itu.
Sedangkan Hasto mengapresiasi ikhtiar dan kreativitas Nuryanto. “Membuat stupa tanpa bahan macam-macam, tapi berbekal kesadaran akan lingkungan, mengumpulkan abu dari Merapi untuk bahan stupa,” ucap Hasto.
Borobudur menjadi bukti nyata bahwa Bangsa Indonesia punya masa lalu yang hebat. “Sekaligus bukti bahwa kita bisa mandiri,” tandasnya.(Bn1)