Keris ‘Bondoyudo’ Milik Pangeran Diponegoro Masih Menjadi Misteri Keberadaannya
BNews–JOGJA-– Diketahui bersama, pihak Kerajaan Belanda telah mengembalikan salah satu pusaka Pangeran Diponegoro, yakni keris ‘Naga Siluman’ kepada Pemerintah Indonesia.
Pengembalian keris yang selama ini tersimpan di Musseum Volkenkunde Leiden ini melengkapi pusaka Diponegoro yang lain yang telah lebih dulu ‘pulang’ ke tanah asalnya. Di antaranya pelana kuda dan tombak Kyai Rondhan serta tongkat Kyai Tjokro.
Pangeran Diponegoro dikenal memiliki banyak pusaka, baik berupa keris maupun tombak. Dan dalam ‘Kuasa Ramalan’ bagian apendiks XI (3: 969), sejarawan Peter Carey mendata pusaka-pusaka Diponegoro.
Dalam bagian keris terdapat nama Kyai Bromo Kendhali (cundrik), Kyai Habit, Kyai Blabar, Kyai Wreso Gemilar dan lainnya. Dalam bagian tombak, terdapat nama Kyai Rondan; Kyai Gagasono, Kyai Mundingwangi, dan lainnya.
Terlepas dari pro-kontra mengenai asli-tidaknya Naga Siluman, hal itu membuat ingatan kepada pusaka-pusaka Pangeran Diponegoro muncul kembali.
“Satu pusaka yang kini juga menjadi perbincangan adalah, Kangjeng Kyai Bondoyudo. Dalam catatan Peter Carey, keris Paduka Tempur Tanpa Senjata ini dibawa Diponegoro ke Manado. Sementara itu menurut keluarga, Pangeran Diponegoro minta dikuburkan bersama pusakanya, bila meninggal.,” ungkap Peter Carey, sejarawan Indonesianis yang secara khusus mendalami tentang Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa ketika ‘Napak Tilas Pangeran Diponegoro di Makassar’ dalam Temu Pusaka Indonesia, beberapa waktu lalu.
Peter berkisah, setelah ditawan di Benteng Rotterdam dan kondisi politik di Eropa pasang surut, Belanda sempat memberikan tawaran kepada Pangeran Diponegoro keluar dari Makassar, yang lebih baik.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Diponegoro memang punya keinginan untuk kembali ke tanah kelahirannya di Yogyakarta. Namun keinginan kembali ke Jawa itu sirna setelah putra keduanya Raden Mas Sarkumo meninggal muda, berusia 14 tahun.
“Karena anak telah mendahului, saya batal kembali ke Jawa. Saya mau jasad saya dekat anak saya kelak,” ungkap Diponegoro. Putra Sultan Hamengku Buwono III dengan RA Mangkarawati itu merasa Makassar sebagai kampung halamannya.
Diponegoro, ungkap sejarawan Inggris tersebut, seorang mistis, panglima, bisa ‘melihat jauh’, namun ia juga seorang praktis. Dia, lanjut Peter, bilang kepada Belanda: “Sesudah saya meninggal, saya ingin keluarga saya disuport, harus ada tempat tinggal.” Belanda kemudian membangun rumah kecil di Jalan Irian 83 Makassar.
Dari penelusuran dan penelitian Peter, hal ini menurutnya terjadi karena ada gambar di Belanda tahun 1860-1870 dan ada dua makam di areal belakang villa bergaya kolonial yang ditempati jandanya. Rumah di Jalan Irian yang masih ditinggali keturunannya hingga tahun 2000.
“Karena itu apakah yang ada di makam ini berdampingan dengan Raden Ayu Ratnaningsih adalah jasad Pangeran Diponegoro? Saya belum tahu. Tetapi setahu saya, orang Jawa tidak semena-mena ‘mindhah layon’, kecuali ada ancaman banjir atau sesuatu yang besar karena malapetaka alamiah. Mungkin mereka akan memindah. Tetapi apakah setelah istri meninggal, mereka mengambil jenazah Pangeran Diponegoro dan RM Sarkumo dari pelataran mereka? Mereka punya leluhur yang ditanam di pelataran. Leluhur yang membawa rejeki dan jasa bagi keluarga,” ungkap Peter Carey.
Apalagi, lanjut Peter, di kawasan makam Kampung Melayu itu tidak terdapat nisan atas nama RM Sarkumo. Sementara, Diponegoro dikubur bersama keris Kangjeng Kyai Bondoyudo. Dan itu memang kehendak Diponegoro.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
“Keris itu ‘diisikan’, karena itu Diponegoro tidak ingin keris itu kemana-mana,” ungkap Peter.
RA Ratnaningsih memang meninggal jauh setelah Pangeran Diponegoro wafat. Dimakamkan di kampung Melayu, tidak jauh dari Jalan Irian. Di kompleks pemakaman tersebut, tidak hanya dimakamkan anak-anak Pangeran Diponegoro namun juga pengikutnya. Bahkan ada abdi dalem palawija Banteng Wareng yang dimakamkan di pojok utara, sebelah musala.
Peter Carey mengaku belum tahu ‘misteri’ makam Pangeran Diponegoro. “Saya ada tandatanya. Apakah di sini ada ‘layon’ Diponegoro? Atau masihkah ‘layon’ Diponegoro ada di Jalan Irian, di bawah reruntuhan bangunan yang kini menjadi ruko?”
Menurutnya, menelusur jejak itu tidak sulit. Pangeran, katanya, dimakamkan bersama keris Kangjeng Kiai Bondoyudo, pusakanya. “Sejatinya, tidak sulit melakukan pengecekan. Karena kita memiliki alat deteksi logam. Kalau ada sinyal kuat dari Kangjeng Kiai Bandoyudo, berarti ada di sini. Kalau tidak ada sinyal, kemungkinan besar makam Diponegoro masih di bawah bangunan di Jalan Irian yang kini sudah menjadi ruko,” tandas Peter.(*)