Kisah Peninggalan Masjid Kuno Di Magelang, Dimana Tempat Berkumpulnya Kyai Saat Ramadhan
BNews-MAGELANG– Kayu-kayu yang diduga sisa bangunan masjid kuni peninggalan Panembahan Senopati di Muntilan akan disiapkan ruang penyimpanan khusus. Hal tersebut direncanakan akan dilakukan oleh Pemerintah Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.
Kepala Desa Ngawen, Daru Hapsari mengatakan, usul itu sudah disampaikan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Sebelumya, akan dilakukan uji karbon untuk mengetahui usia kayu-kayu tersebut.
“Saya diminta menghadap pimpinan BPCB langsung untuk menyampaikan usul itu. Sebab baru kali ini ada usul penelitian temuan kayu. Kebanyakan kan berupa batu-batu candi,” katanya (14/4/2021) dikutip suara jateng
Menurutnya, sisa-sisa kayu yang diduga bekas masjid kuno itu ditemukan di lahan keluarga almarhum Dirjo Suparto, warga Dusun Kolokendang. Lokasi penemuan berjarak 200 meter dari Sendang Manis yang dikenal sebagai petilasan Pangeran Singasari (Kiai Raden Santri), adik Panembahan Senopati.
Berdasarkan kisah yang diceritakan warga secara turun-temurun, Kiai Raden Santri sering mukim di Dusun Kolokendang terutama saat bulan Ramadan. Karena disekitar lokasi tidak ditemukan sumber air bersih, Putra Ki Ageng Pamanahan, pendiri kerajaan Mataram Jawa ini, kemudian membuka Sendang Manis untuk kebutuhan bersuci.
Mata air Sendang Manis, hingga saat ini masih digunakan warga untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari. Pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang puasa atau suro, Sendang Manis dikunjungi warga untuk padusan dengan tujuan menyucikan diri.
Sisa kayu berupa blandar (kayu penyangga atap), usuk, dan pengeret (tali ikatan) masjid, saat ini disimpan di rumah salah satu warga. Meski tidak lagi utuh, blandarberbahan kayu jati yang diduga terkubur ratusan tahun itu masih dapat dikenali.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Selain material sisa bangunan, di lokasi masjid kuno juga ditemukan pecahan keramik, guci, dan aneka gerabah. Sebagian pecahan gerabah berhasil direkonstruksi yang membentuk kendi dan piring.
Ada 2 versi kisah sejarah penyebab terkuburnya masjid peninggalan Panembahan Senopati ini. Versi pertama menyebutkan struktur masjid amblas karena tanah di sekitar lokasi tergolong lunak sehingga tidak mampu menopang bangunan.
Sedangkan versi kedua menyebutkan bahwa bangunan masjid terkubur material vulkanik Gunung Merapi akibat letusan dahsyat tahun 1872.
Sisa-sisa kayu semula akan dipindah sebagai bahan membangun masjid baru, Panembahan Santri di Dusun Kolokendang. Rencana itu batal, karena kayu-kayu dinilai sudah tidak kuat lagi menopang bangunan.
“Sebenarnya mau dipasang di masjid Panembahan Santri. Tapi karena memang kayunya sudah terlalu lama, rencana mau dibikin museum di depan masjid yang baru,” kata Joko Susetyo, Kepala Dusun Kolokendang di lokasi penemuan masjid kuno.
Kyai Raden Santri tergolong ulama awal yang menyebarkan agama di wilayah gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan perbukitan Menoreh.
Keturunan Kyai Raden Santri antara lain Kiai Krapyak I, Kiai Krapyak II, Kiai Krapyak III, Kiai Harun, Kiai Abdullah Sajad, Kiai Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, serta Kiai Dalhar dan Kiai Ahmad Abdulhaq.
Anak keturunan Kiai Raden Santri kemudian menjadi ulama dan tokoh agama Islam di wilayah Gunungpring, Muntilan hingga saat ini. Pusat pendidikan Islam kemudian dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol, Muntilan. (***)