Tradisi Suro, Kepala Kerbau di Dilempar ke Kawah Gunung Merapi

BNews-JATENG- Tradisi larung kepala kerbau di kawah Gunung Merapi setiap 1 Suro sudah dilakukan secara turun temurun. Tujuannya, agar warga lereng Merapi terhindar dari amukan Mbah Petruk, julukan Gunung Merapi.

Bukan hanya kepala kerbau, warga juga membawa sesaji lainnya. Ada tumpeng nasi jagung, gomoh, ancung-ancung, daun ranti, pelas, kopi gula batu, rokok berbagai merek, rokok klobot, panggang butho, uang receh dan kemenyan yang dibakar.

Setelah didoakan, kepala kerbau yang dibungkus kain mori diangkat dua orang laki-laki berpakaian adat Jawa.

Perjalanan menuju ke kawah Gunung Merapi sekira 1,5 jam. Selama perjalanan itu,

Ketua Adat Desa Lencoh Paiman Hadi Martono menuturkan ada kejadian di luar nalar.

“Yang mengusung kepala kerbau tidak merasakan berat. Malah bergerak lincah. Tapi bagi mereka di barisan jauh dari kepala kerbau, malah sering kali kelelahan dan perjalanan terasa berat,” bebernya.

Dari pengakuan pembawa sesaji, ketika merasa kelelahan, mereka langsung mendekat ke tandu kepala kerbau. Ajaibnya, rasa lelah hilang. “Jalan juga lebih enteng. Tidak ada kendala,” imbuhnya.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

Menurut Paiman, warga Lencoh tak pernah meninggalkan tradisi ini. Bahkan ketika pandemi Covid-19, warga patungan membeli kepala kerbau agar ritual larung Gunung Merapi tetap terlaksana.

“Ini sudah menjadi adat budaya sejak Kanjeng Sunan Pakubuwana ke VI,” jelasnya.

Pemerhati sejarah Kota Solo KRMAP. L Nuky Mahendranata Adiningrat alias Kanjeng Nuky mengatakan, masyarakat Jawa memiliki pengetahuan yang dalam mengenai alam.

“Larungan kepala kerbau ini sebagai cara masyarakat bersyukur atas nikmat yang di berikan Tuhan Yang Maha Esa melalui Gunung Merapi,” pungkasnya. (*/radarsolo)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: