Pakar Psikolog : Orang Tidak Percaya Corona, Kemungkinan Kurang Pengalaman
BNews–NASIONAL-– Kondisi Pandemi Covid-19 di Indonesia masih berlangsung. Namun sejauh ini masih banyak masyarakat tidak percaya akan keberadaan virus berbahaya tersebut.
Ketidakpercayaan publik terhadap bahaya wabah virus corona baru seakan semakin bertambah. Padahal setiap harinya, jumlah kasus orang positif Covid-19, penyakit yang disebabkan infeksi virus tersebut terus bertambah.
Update data terbaru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat, per Minggu (14/6/2020) ada 38.277 kasus positif Covid-19, dengan 857 kasus baru. Angka kematian akibat penyakit ini di Indonesia telah mencapai 2.134 kasus.
Sementara angka infeksi virus corona SARS-CoV-2 telah hampir mencapai 8 juta orang.
Kendati angka kematian cukup tinggi, hingga 433.889 kasus, dan terbanyak di Amerika Serikat, namun masih banyak orang yang tidak percaya akan adanya pandemi ini. Bahkan, tak sedikit yang abai pada protokol kesehatan sebagai upaya melindungi diri dari penularan dan infeksi virus corona ini.
Psikolog Sosial Universitas Indonesia, Dr. Bagus Takwin M.Hum mengatakan orang yang tidak percaya adanya Covid-19, kemungkinan karena tidak memiliki pengalaman.
“Mungkin tidak ada keluarga atau orang terdekat yang mengalami. Selain itu, informasi tentang virus ini banyak sekali, sehingga dari situ orang bisa memilih informasi mana yang mereka percayai, atau tidak,” katanya seperti yang dikutip Kompas, Minggu (14/6/2020).
DOWNLOAD MUSIK-MUSIK KEREN (KLIK DISINI)
Menunjukkan bukti sosial kepada masyarakat Dalam riset, peneliti akan menggunakan metode tertentu untuk menjelaskan virus yang memengaruhi gejala tertentu pada tubuh. Hal itu dibutuhkan pemahaman yang luas dan keahlian khusus, namun ada orang yang percaya dan tidak percaya.
“Tergantung pada seberapa kuat informasi tentang virus corona ini menggugah emosi orang,” jelas dia.
Bagus mengungkapkan orang cenderung tidak percaya pada hal-hal yang tidak terlihat. Namun, kalau itu terkait dengan emosi, maka kemungkinan orang akan percaya.
“Kita perlu banyak memberikan dan menunjukkan bukti sosial kepada masyarakat,” kata Bagus.
Misalnya, dengan testimoni dari orang-orang yang pernah terpapar Covid-19 dan harus menjalani perawatan. “Kalau dalam iklan, untuk memengaruhi emosi konsumen, ada testimoni konsumen, atau ada ahli tertentu,” jelas dia.
“Jadi, untuk menyampaikan pesan itu akan lebih mudah. Statistik mungkin bisa digunakan untuk memperkuat data cerita, sehingga dapat lebih menggugah emosi orang,” papar Bagus.
“Dengan memaparkan fakta hanya dengan data angka atau statistik dari jumlah korban infeksi virus corona, tidak serta merta membuat orang dapat langsung percaya,” pungkasnya. (*/Lubis)