Sahabat Perempuan Magelang Desak Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

BNews—SALAM– Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual hingga Bulan September tahun 2019 belum kunjung disahkan oleh DPR RI. Berbagai upaya dilakukan oleh Forum Pengada Layanan untuk medorong segera disahkannya RUU ini. Melalui penyebaran informasi di berbagai media massa, aksi damai hingga kampanye yang dilakukan sejak tahun 2016 lalu.

Dian Prihatini Divisi Advokasi Dokumentasi dan Publikasi Sahabat Perempuan Magelang mengatakan sejak 2016 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah masuk dalam daftar prioritas dalam prolegnas 2016. Namun hingga kini masih alot untuk segera disahkan. Kabar bohong atau hoax terkait dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini pun bertebaran di masyarakat. Dimana hal tersebut kemudian langsung dipercaya oleh orang-orang tanpa bertabayyun atas kebenaran isi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Salah satu hoax yang beredar adalah anggapan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melegalkan hubungan seksual suka-sama suka dan di luar nikah atau zina. Hal tersebut menjadi pemicu mengapa banyak orang menolak secara tegas pengesahan RUU ini. Faktanya di dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak ada yang membahas terkait dengan perzinahan. Karena sudah di bahas dalam di dalam KUHP pasal 284,” katanya.

Perlu digaris bawahi dan ditegaskan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah membahas terkait segala bentuk kekerasan seksual mulai dari pencegahan, penanganan, pendampingan, hingga hukuman untuk para pelaku kejahatan seksual. “RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini ada karena tingginya kasus kekerasan seksual yang ada di Indonesia, sedangkan belum ada undang-undang khusus yang mampu menjerat para pelaku kejahatan seksual secara tegas,” imbuhnya.

Kondisi Indonesia saat ini sedang darurat kekerasan seksual. Secara nasional bersumber dari catatan tahunan Komnas Perempuan di tahun 2017 kasus kekerasan seksual terdata ada 2.979 kasus pada ranah personal/relasi personal dan 2.670 kasus kekerasan seksual di ranah komunitas. Pada tahun 2018 tercatat kenaikan jumlah kasus di ranah personal menjadi 2.988 kasus, sedangkan untuk ranah komunitas turun menjadi 2.521 kasus.

BACA JUGA : Bejat, Ayah di Srumbung Tega Setubuhi Anak Kandungnya

“Di ranah personal kasus tertinggi adalah kasus incest, sedangkan di ranah komunitas kasus tertinggi adalah kasus pencabulan. Di tingkat daerah khususnya Jawa Tengah angka kekerasan terhadap perempuan secara umum (tidak hanya kekerasans seksual), Jawa Tengah menempati jumlah tertinggi sebanyak 2.913 kasus,” ungkapnya.

Sedangkan di peringkat kedua DKI Jakarta 2.318, dan ketiga Jawa Timur 1.944 kasus. “Di dalam catatan tahunana Komnas Perempuan tidak dijelaskan berapa jumlah secara detail kasus kekerasan seksual di tiga wilayah tersebut,” paparnya.

Sahabat Perempuan sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan mencatat ada di tahun 2017 ada 54 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Hal tersebut dengan didominasi kasus kekerasan dalam rumah tangga sebanyak, 70%, kemudian kasus kekerasan seksual anak 25%, sisanya adalah kasus kekerasan dalam pacaran,” terangnya.

Dian juga membeberkan pada tahun 2018 tercatat 52 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan kasus KDRT masih menjadi kasus tertinggi yang didampingi sebanyak 69%. “Tidak hanya itu kekerasan seksual anak 18%, sisanya kekerasan dalam pacaran dan trafficking,” bebernya.

Sementara pada Bulan September 2019 tercatat sudah ada 37 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sebanyak 59% kasus kekerasan dalam rumah tangga, 35% kasus kekerasan seksual anak, sisanya kasus kekerasan dalam pacaran. “Angka ini bisa saja tidak mewakili jumlah tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah Jawa Tengah karena hanya bersumber pada satu lembaga pelayanan. Namun setidaknya sudah menggambarkan tingginya kekerasan seksual dalam lingkup kecil di Kabupaten Magelang sebagai bagian wilayah Jawa Tengah,” ujarnya.

Seperti data secara nasional kasus tertinggi adalah incest atau orang yang memiliki hubungan keluarga. Di Kabupaten Magelang juga tidak jauh berbeda. Hal tersebut karena dominasi pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang yang dekat. “Korbannya seperti saudara, kakak ipar, paman, guru, teman dan lain sebagainya.” Tegasnya.

BACA JUGA : Ayah di Srumbung Setubuhi Anak Kandungnya Enam Kali

Dia memungkinkan adanya kasus lain dengan pelaku kejahatan seksual adalah orang dekat korban sehingga korban enggan untuk melaporkan ke polisi. “Seperti data Komnas Perempuan dari total 1.210 kasus incest hanya 22% saja yang dilaporkan. Di dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini diatur hukuman pidana bagi pelaku kejahatan seksual sesuai dengan kedudukan atau pun jabatan, sebagai contohnya bila pelaku adalah wali korban, pejabat, atau pun tokoh agama hukumannya akan semakin tinggi,” ungkap Dian.

Data kasus kekerasan seksual baik secara nasional maupun lokal cukup menggambarkan bagaimana kondisi Indonesia saat ini terkait dengan kekerasan seksual. Dibutuhkan undang-undang khusus yang mampu menjerat penjahat kekerasan seksual.

“Hal ini dikarenakan selama ini undang-undang yang sudah ada tidak secara rinci mengatur tindak pidana kekerasan seksual. Tentunya hal itu belum mampu mewujudkan keadilan bagi korban kekerasan seksual,” ujar Dian.

Selain itu Dian menjelaskan di dalam RUU ini diatur juga terkait pembinaan. Dimana pembinaan itu untuk pelaku agar tidak lagi melakukan kejahatan seksual setelah selesai masa hukumannya. “Bila RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak segera disahkan, kasus kekerasan seksual semakin memprihatinkan. Tidak hanya itu pelaku kejahatan seksual semakin bebas untuk mencari korbannya. Hal itu karena tidak ada undang-undang yang mampu menjerat mereka secara tegas dan memberikan efek jera,” jelasnya.

Bila rancangan undang-undang ini nanti disahkan maka korban pun tidak takut lagi untuk melaporkan kasus kekerasan seksualnya. Karena sudah ada undang-undang yang menjamin hak mereka.

“Hal itu mulai dari pendampingan psikologi, hukum, hak atas informasi terkait dengan kasusnya. Hak untuk aman secara kerahasiaan baik identitas maupun tempat tinggal. Begitu pun dengan saksi dan juga keluarga korban pun mendapatkan hak untuk dilindungi secara hukum.,” jelasnya.

Terakhir dian menyebutkan bahwa menurut kabar yang beredar , pengesahan Rancangan Undang Undang tersebut akan dilakukan di Bulan September ini. “Namun di Bulan September ini muncul di media ada pernyataan anggota dewan. Dimana disampaikan bahwa pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak akan disahkan di periode ini. Padahal demi mewujudkan keadilan bagi korban kekerasan seksual Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera disahkan,” pungkasnya. (bsn)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: