Sejarah dan Filosofi Masjid Agung Kota Magelang

BNews–MAGELANG– Masjid ini terletak di Jalan Alun-alun Barat No. 2 Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah.

Lokasi masjid ini berada di sebelah barat alun-alun Kota Magelang, dan tidak begitu jauh dari Menara Air Magelang.

Sejarah Masjid Agung Magelang

Masjid Agung Magelang pertama kali dibangun pada tahun 1894. Atas prakarsa dari Sajid Alwi bin Achmad Danuningrat, Bupati Magelang I; semula masjid diberi nama Masjid Jami’ Magelang.

Pertama kali mengalami pemugaran pada tahun 1932 pada masa pemerintahan Bupati Magelang ke IV, Sajid Achmad bin Saidanu Sugondo.

Pemugaran dilakukan dengan perluasan bangunan dan penambahan serambi utara, selatan, dan sisi depan. Atas prakarsa bersama antara Bupati Kabupaten Magelang dan Walikotamadya Magelang dilakukan perluasan serambi pada tahun 1980-1981.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

Masjid Jami’ Magelang kemudian lebih dikenal sebagai Masjid Agung Magelang semenjak pemugaran pertama. Sebagai satu kesatuan dakwah, masjid tersebut dipimpin oleh seorang Kiai/Imam Masjid yang sekaligus bertindak sebagai Ketua Takmir.

Karakteristik Masjid Agung Magelang

Dilihat dari fisik bangunan, tata ruang dari masjid ini merupakan tipologi masjid yang ada di Jawa pada umumnya. Ruang dibagi menjadi tiga, yaitu ruang utama, serambi kanan dan serambi kiri.

Ditambah lagi, selasar yang berada di depan yang berfungsi pula sebagai serambi depan. Selasar yang lapang ini juga kerap dimanfaatan oleh para jamaah untuk beristirahat sambil merebahkan diri. Ciri arsitektur Jawa lainnya juga ditemukan pula pada bentuk atap masjid yang bercorak tajuk atau bersusun.

Filosofi Masjid Agung Magelang

Menurut filosofi Jawa, atap bercungkup tiga ini menyimbolkan kehidupan manusia yang terdiri atas alam purwo (ketika berada di rahim ibu), alam madyo (saat manusia berada di dunia), dan ketiga adalah alam wusono yang merepresentasikan kehidupan manusia di alam baka atau akhirat.

Filosofi ini kemudian diadopsi oleh Walisongo dengan menerjemahkan filosofi tersebut ke dalam bahasa agama.

Atap satu (terbawah) disebut atap panitih yang melambangkan syariah. Atap dua disebut atap pananggap yang melambangkan thariqat, dan atap ketiga disebut atap brunjung yang melambangkan hakikat.

Sedangkan puncak yang menjadi bagian tertinggi dari Masjid Agung Magelang, dinamakan mustoko yang melambangkan ma’rifat. Mustoko berwarna kuning, dan menyambung dengan tulisan Allah.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: