10 Tahun Berlalu, 7 Petugas Jalankan Misi Rahasia Sepekan Sebelum Letusan Merapi
BNews—YOGYAKARTA–Tepat satu dekade lalu, hari Selasa 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus. Letusan dasyat ini menyisakan kisah-kisah dramatis yang belum banyak terungkap setelah 10 tahun berlalu.
Kala itu, sepekan sebelum gunung meletus, tujuh petugas pengamat Merapi menjalankan tugas atau misi rahasia ke puncak. Ketujuh petugas secara rahasia mendapat perintah khusus dari Kepala BPPTK Yogyakarta waktu itu yakni Subandriyo.
Para petugas mendaki ke puncak gunung pada 19 Oktober 2010 untuk memeriksa secara visual, mengukur suhu, mengambil sampel gas.
“Jujur, waktu itu saya takut ke puncak,” kata Alzwar Nurmanaji. Dikutip dari Tribunnews.com.
“Takut, khawatir, waswas, itu pasti. Kami sudah tahu keadaannya. Gunung akan meletus,” ujar Heru Suparwoko.
“Takut itu manusiawi. Siapa orang yang tidak takut dalam situasi seperti itu,” sahut Yulianto.
“Mau bagaimana lagi, tugas harus dijalankan,” timpal Triyono.
“Sebagai petugas, kita hanya menjalankan perintah. Takut, itu lumrah,” jawab Ahmad Sopari.
Mereka inilah para petugas yang menjalankan misi rahasia tersebut. Salah satu dari ketujuh orang tersebut, Suratno warga Lencoh, Selo, Boyolali mengaku tidak terlampau takut.
“Malah nggak terlalu memikirkan soal takut atau tidak. Seperti biasa, diminta bantu balai, saya jalankan,” kata dia.
Ketika itu, Suratno yang masih berstatus porter secara lepas kerap membantu petugas BPPTK Yogyakarta, saat melaksanakan pekerjaan di puncak Merapi.
Perlu diketahui, Gunung Merapi meletus mulai 26 Oktober 2010 dengan letusan pertama terjadi pukul 17.02, disusul rentetan letusan besar. Pada peristiwa hari pertama ini, belasan orang diketahui meninggal dunia. Termasuk di antaranya Mbah Maridjan, yang bertahan di rumahnya di Dusun Kinahrejo.
Download Aplikasi Borobudur News (Klik Disini)
Gejala letusan Merapi pada waktu itu tidak seperti masa sebelumnya, yang memiliki ciri khas petunjuk awal seperti munculnya kubah lava baru, titik api diam, dan guguran material. Ketidakhadiran gejala khas ini yang memaksa Kepala BPPTK Yogyakarta, waktu itu Subandriyo, memutuskan mengirim tim ke puncak untuk memeriksa kondisi gunung secara langsung.
Misi ini dirahasiakan dan berlangsung penuh risiko, mengingat aktivitas vulkanik Merapi sudah sangat tinggi dan sewaktu-waktu bisa meletus. Pada 18 Oktober 2010, para petugas menerima perintah langsung dari pimpinan balai di Jalan Cendana 15 Yogyakarta.
mantan Kepala BPPTK Yogyakarta (sekarang BPPTKG Yogyakarta), Subandriyo mengaku pengiriman tim ini merupakan keputusan sangat berat. Guna meminimalkan kegaduhan publik, tugas itu dilakukan sangat rahasia.
”Ini tantangan besar manajemen krisis. Hanya ada celah sempit, dengan risiko tinggi. Tetapi bila berhasil dilakukan, akan mengurangi risiko yang jauh lebih besar yaitu keselamatan masyarakat di lereng Merapi,” kata Subandriyo.
”Akhirnya saya bentuk tim untuk melakukan pengamatan langsung dan sampling gas vulkanik di puncak Gunung Merapi yang sedang bergolak. Tugas ini bersifat rahasia,” imbuhnya.
Menurutnya, hasil sampling gas oleh petugas yang dikirim pada 19 Oktober 2010 secara pasti memberi dasar kuat baginya untuk membuat rekomendasi, Merapi akan meletus seperti apa.
Dalam menjalankan misi tersebut, tidak ada komunikasi terbuka sepanjang perjalanan ke puncak. “Kita dilarang break-breakan, nanti bisa bocor misinya,” ujar Triyono.
Ketika menyelesaikan tugas, mereka merasakan puncak gunung kerap bergetar. Bahkan ada yang merasakan terguncang-guncang. Suhu permukaan kawah cenderung hangat dan menjelas sore, semua petugas turun.
Mereka membawa dokumentasi video, foto situasi puncak dan sampel gas serta catatan hasil pengukuran suhu kawah. Sampel gas yang diambil pada malam harinya langsung dibawa ke BPPTK Yogyakarta.
Kemudian pada pagi harinya langsung dianalisis di laboratorium kimia. Usai hasilnya keluar, langsung dibawa ke rapat pimpinan BPPTK Yogyakarta yang dipimpin Subandriyo.
”Dari dua sampel yang dianalisa, saya lihat gas CO2 di sampel satu lebih dari 30 persen, sampel kedua lebih dari 60 persen,” beber Subandriyo.
Lanjut dia, parameter penting lainnya yakni kandungan HCL tinggi, mengindikasikan gas yang keluar gas magmatis. Kedua, H2O, kandungan air turun, SO2 naik.
”Ini menurut saya luar biasa. Dari situ kesimpulan mengerucut, letusan Merapi akan eksplosif,” pungkasnya. (*/mta)