Warning: file_get_contents(): https:// wrapper is disabled in the server configuration by allow_url_fopen=0 in /home/u6386763/public_html/wp-content/themes/publisher/includes/libs/better-framework/functions/other.php on line 612

Warning: file_get_contents(https://borobudurnews.com/wp-content/plugins/better-adsmanager//js/adsense-lazy.min.js): failed to open stream: no suitable wrapper could be found in /home/u6386763/public_html/wp-content/themes/publisher/includes/libs/better-framework/functions/other.php on line 612

179 Siswa SMP Dikeluarkan dari Sekolah Selama Pembelajaran Jarak Jauh

BNews—JATENG— Sebanyak 179 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dikeluarkan selama pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19. Kurangnya pengawasan akibat sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dituding mempengaruhi.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar, Tarsa mengatakan, jumlah ratusan peserta didik SMP yang dikeluarkan ini tercatat pada 2020. Jumlah tersebut meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya yang tak lebih dari 30 siswa.

”Data itu diperoleh dari data pokok pendidikan (Dapodik). Ini peningkatan luar biasa, sebab tiap tahun biasanya tak sampai seratus. Paling banyak 50,” katanya, Senin (26/4).

”Nah, ini sedang kami selidiki penyebab mereka dikeluarkan dari sekolah. Apakah karena malas belajar ataukah faktor lain,” sambungnya.

Tarsa menyebut, jumlah siswa SMP putus sekolah relatif sedikit jika dibanding total peserta didik jenjang tersebut mencapai 30 ribu anak. Tidak banyak diantaranya bersekolah negeri.

”Justru kebanyakan di sekolah swasta,” sebutnya.

Berdasarkan pengalamannya, siswa putus sekolah bukan karena biaya Pendidikan, mengingat adanya sekolah gratis. Namun lebih ke pribadi anak yang malas belajar serta kurang dukungan orangtua.

”Kami mengimbau para pelajar putus sekolah supaya melanjutkan pendidikan ke jalur nonformal atau Kejar Paket B,” pintanya.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DI SINI)

Terpisah, Bupati Karanganyar Juliyatmono menyebut jumlah pelajar tak mengikuti ujian sekolah cukup banyak di tahun lalu. Ia menuding pembelajaran daring yang terlalu lama membuat peserta didik malas belajar dan mengikuti perkembangan akademik.

Juliyatmono berharap guru dan tenaga kependidikan tidak hanya memprioritaskan hasil ujian. ”Fokus pada pendataan. Berapa yang enggak ikut ujian agar kami tahu apa penyebabnya. Kami butuh data itu,” tuturnya.

Lanjut dia, di masa pandemi Covid-19, bukan kualitas pendidikan yang dikejar. Namun, semua harus berkesempatan mengenyam pendidikan.

Sementara itu, menjelang ujian sekolah tingkat SD, tercatat 11.900 siswa bakal mengikutinya. Metode ujian dilaksanakan secara luring alias offline.

”Orang tua mengambil soal ujian ke sekolah. Lalu dikerjakan anaknya di rumah. Baru kemudian disetor lagi ke sekolah pekerjaannya. Dari situ bisa didata berapa banyak yang mengambil soal dan mengerjakan,” pungkasnya. (han)

About The Author

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!