Warning: file_get_contents(): https:// wrapper is disabled in the server configuration by allow_url_fopen=0 in /home/u6386763/public_html/wp-content/themes/publisher/includes/libs/better-framework/functions/other.php on line 612

Warning: file_get_contents(https://borobudurnews.com/wp-content/plugins/better-adsmanager//js/adsense-lazy.min.js): failed to open stream: no suitable wrapper could be found in /home/u6386763/public_html/wp-content/themes/publisher/includes/libs/better-framework/functions/other.php on line 612

Kisah Gadis Gagal Menikah Lalu Stres Dan Dikurung Dalam Kandang Bambu

BNews–NASIONAL– Sebuah moment gagal menikah bisa menimbulkan luka mendalam bagi seseorang. Seperti kisah pilu wanita di Cimahi ini yang mengalami stres karena ditinggal oleh kekasih hati dan tak jadi lanjut ke pelaminan.

Kisah pilu wanita bernama Siti Rohimah atau Unyi yang gagal menikah dan kini hidup dikurung karena dianggap gila oleh warga ini diungkapkan sang ibu, Odah dalam program Transtv Kejamnya Dunia.

Seperti dikutip Wolipop, sang ibu yang bernama Bibi Odah mengaku bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Demi menghidupi keluarga, dia bekerja di lokasi yang jaraknya jauh dari rumah sehingga hanya bisa pulang satu bulan sekali.

Ketika Bibi Odah bekerja, Unyi bersama sang ayah Miftah di rumah. Ketika pulang ke rumah, Bibi Odah selalu merasa berdebar dan perasaannya mengguncah ketika melihat kondisi sang anak yang berada di dalam kurungan bambu.

Unyi mengalami stres sudah lebih dari 15 tahun. Dan kurungan bambu tersebut sudah ditempati olehnya selama 7 tahun belakangan. Memilukannya, Unyi sering tak terurus karena sang ibu bekerja. Sang ayah terkadang lupa memberikannya makan sehari-hari.

“Kalau ada di rumah, kadang dia nurut kadang nggak. Saya kan pulang sebulan sekali. Kalau dua minggu sekali keurus sama bibi. Kalau sama bibi makan dan minum disiapkan,” kata Bibi Odah tegar.

Parahnya lagi, Unyi hanya bisa mandi ketika sang ibu pulang ke rumah. Jika tak ada sang ibu, Unyi tidak akan mandi.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

“Kan di rumah nggak ada siapa-siapa. Kalau sudah bau selimutnya Unyi diganti, baru dicuci. Kalau ada saya, Unyi sehat, mandi, bersih dan segar. Saya yang mandiin. Itu alhamdulillah Unyi nggak digigit nyamuk,” ucapnya.

Ketika sang ibu memandikannya, terkadang Unyi malah marah. Padahal ibunya ingin agar Unyi bersih dan rapi meskipun di dalam kurungan bambu.

Kondisi Unyi Sebelum Hidup Dalam Kurungan

Bibi Odah menceritakan jika kondisi Unyi sebelum mengalami gagal menikah dan hidup dikurung karena stres, seperti wanita pada umumnya. Ia anak yang baik cenderung pendiam.

“Kalau ada orang itu dia nggak mau keluar, tapi giliran orangnya sudah nggak ada dia baru keluar,” jelasnya.

Unyi selalu membantu sang ibu untuk membersihkan rumah dan mengasuh ketiga adik-adiknya. “Waktu dulu dari kecil, bibi jarang mencuci. Bekas adiknya mengompol atau buang air besar, dia yang bersihkan,” lanjutnya.

Unyi remaja pernah menjalani pendidikan di pondok pesantren selama dua tahun. Namun ia terpaksa berhenti di tengah jalan karena terkendala masalah biaya.

“Saat usianya masih 11-14 tahun Unyi saya bawa lagi ke rumah soalnya nggak ada biaya. Dia itu baik-baik saja pada saat itu,” imbuhnya.

Hingga suatu hari Unyi berkenalan dengan seorang pria yang berasal dari desa tetangga. Sebut saja namanya Dadan, ia seorang duda. Setelah saling mengenal, keduanya pun memutuskan untuk berpacaran.

“Ketemunya lagi jalan-jalan, terkadang main ke rumah nanti disediakan air ala kadarnya,” ucap Bibi Odah.

Akhirnya mereka sepakat akan menikah. Dua keluarga pun sudah berencana untuk saling bertatap muka secara langsung. Unyi dan sang ibu juga sudah mempersiapkan acara selamatan sederhana di rumahnya.

Namun ketika segala sesuatunya sudah dipersiapkan, Dadan dan keluarganya tak kunjung datang. “Mereka datang pada malam minggu tapi sudah terlanjur ingkar janji itu dosa kan ya?” kata Bibi Odah.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

Unyi dan keluarga sangat kecewa karena Dadan tak datang saat acara tersebut. Selang dua minggu kejadian, Dadan beserta bapak dan ibunya datang ke rumah Unyi.

Namun Dadan tak bisa menjanjikan apapun kepada Unyi. “Dia bilang nikahnya nanti saja kalau sudah ada rezeki. Semua terserah saja sama bibi. Kalau mau menikah dengan orang lain juga tidak apa-apa,” ucap Bibi Odah mengenang ucapan Dadan.

Bibi Odah pun tak mau larut dalam kesedihan, karena baginya kebahagiaan Unyi adalah segalanya. Namun tak berapa lama setelah kejadian tersebut, Unyi berubah menjadi seperti orang stres..

“Orang tua pacarnya pernah mengancam si Unyi mau disantet. Saya sih tahu, tapi kata mereka itu cuma fitnah saja,” terangnya.

Kelakuan Unyi menurut Bibi Odah semakin tak wajar. Putrinya itu sering berteriak ketika jam 00.00 WIB. Ia bahkan nekat melompat-lompat dan memanjat dinding rumahnya. Semenjak itu Unyi menjadi semakin aneh. Orangtuanya pun sudah meminta bantuan orang pintar untuk menyembuhkan Unyi.

“Saya sudah mencoba mendoa-doakannya dan memanggil sekitar 50 orang untuk meyembuhkannya. Tapi tidak bisa mempan. Bibi sudah bosan, kan semuanya harus pakai biaya,” ujarnya.

Unyi Dikurung di Kurungan Bambu

Odah mengungkapkan sudah mencoba membawa Unyi berobat ke rumah sakit jiwa di Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Saat berada di rumah sakit jiwa, Unyi selalu menunjukkan kemajuan. Namun meski sudah enam kali menjalani pengobatan di rumah sakit, Unyi belum sembuh.

Odah kemudian membawa pulang Unyi karena tak bisa selamanya tinggal di rumah sakit. Saat pulang ke rumah Unyi malah kembali kabur. Kesulitan ekonomilah yang membuat Unyi tak bisa mendapatkan pengobatan yang layak.

Semakin lama, Unyi tak bisa diatur. Ia sering kabur dan teriak-teriak ketika dipegang. Atas saran masyarakat Unyi akhirnya dikurung.

“Awal dikurung, bibi mau masak susah dan mau pergi susah. Biarin dikurung aja, disuruh pak RT dan masyarakat. Enam tahun lalu dibuatlah kurugan bambu, dibantu sama warga. Saat dimasukkan Unyi tak berontak alhamdulillah,” lanjutnya.

Bibi Odah pun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Cimahi, merangkap sebagai tukang cuci, tukang setrika bahkan tukang pijat. Meskipun sudah banting tulang, penghasilannya hanya Rp 50 ribu satu minggu.

“Saya bekerja dari jam 07.00 sampai jam 00.00, kalau orang-orang tidur ya jam 12 malam. Saya malah baru makan malam terus mencuci gosok dan tidurnya jam 03.00. Jam 04.00 naik lagi ke gunung,” tuturnya.

Untungnya setiap kali pulang, ia diberikan beragam macam makanan dari majikannya. Makanan yang dibawa pulang, ia langsung berikan untuk sang anak.

Kondisi yang serba kekurangan, Bibi Odah sadar bahwa ia harus tetap bahagia dan sehat agar bisa menghidupi sang suami dan Unyi.

“Yah, bibi terima saja, ini sudah musibah. Harus ada kegiatan jadi hati sama pikiran bergerak, bisa mendapatkan rezeki,” imbuhnya.

Dalam hati kecilnya, ia ingin sekali membuat tempat yang layak untuk buah hati tercintanya. (***)

About The Author

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!