Cerita Sedih Para Penggali Kubur Pasien Covid-19

BNews—NASIONAL— Seorang warga di Kota Bandung, Jawa Barat, Beni Subakti sudah terbiasa dengan dunia pemakaman utamanya menggali kubur karena memang sudah menjadi pekerjaannya. Namun, memakamkan jenazah pasien covid-19 merupakan sesuatu yang baru hingga dirinya kerap dihantui rasa takut.

Beni diketahui betugas sebagai penggali kubur dari UPT3 TPU Cikadat, Kota Bandung. Dirinya mengaku sudah beberapa kali memakamkan jenazah terinfeksi virus corona.

”Pertama kali memakamkan jenazah yang terjangkit virus corona kerap dihantui rasa takut yang luar biasa. Dua hari masih kepikiran terus. Mau pulang ke rumah atau ketemu orang tidak berani. Tapi setelah beberapa hari kemudian baru tenang dan dipikir-pikir kita juga sebagai muslim masih ada Allah dan dijaga imun kita tetap kuat,” ungkap Beni.

Ia mengaku, ketakutan tersebut timbul dari diri sendiri. Padahal, saat melakukan prosesi pemakaman, dirinya sudah dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD).

”Sampai saya sudah dua kali mengikuti rapid test. Alhamdulillah, kedua tes tersebut hasilnya negatif. Tes harus dilakukan karena saya bersinggungan langsung dengan jenazah,” kenangnya.

Berbekal pengetahuan dan persiapan yang cukup, perlahan ketahutan tersebut mampu ditepis. Penerapan prosedur kemananan lebih ditingkatkan setelah proses pemakaman selesai.

”Sekarang dikasih hand sanitizer, pakai kacamata, pakai baju hazmat itu didobel lagi dua lapis sama jas plastik. Kalau sudah beres langsung disemprot lagi. Kalau sudah beres tinggal disimpen,” terang dia.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (Klik disini)

Ia mengatakan, dalam satu kali proses pemakaman, biasanya maksimal dikerjakan 18 orang. Yakni terdiri dari petugas gali kubur maksimal sebanyak 12 orang dan petugas angkut sebanyak enam orang.

”Kadang ada pendamping juga, kan, kalau pemakaman izin ke camat, lurah dan ada warga setempat juga. Sama suka ada dari polsek dan koramil. Beberapa keluarga juga suka hadir pas pemakaman,” katanya.

Beni mengungkapkan, penolakan terhadap jenazah covid-19 di berbagai daerah harus segera dihentikan. Bahkan seharusnya disikapi dengan sisi kemanusiaan yang tinggi sebagai salah satu musibah.

”Kami sebagai tukang gali, ya, sebaiknya jangan ditolak. Ya, pasrah sama Allah saja tidak perlu ditolak, kasihan. Kalau misalkan menimpa pada keluraga yang menolak itu bagaimana? Apakah bisa terima atau tidak,” ucap Beni.

Ia menuturkan, pemilihan lokasi pemakamaan untuk jenazah terjangkit Covid-19 ini sudah melalui perhitungan yang matang. Menurutnya, ketimbang menolak pemakaman jenazah, masyarakat justru harus saling membantu memutus mata rantai penyebaran COVID- 19 agar tidak lagi memakan korban jiwa. Di antaranya dengan disiplin mengikuti anjuran dari pemerintah.

”Masyarakat bantu kita-kita, ya, dengan diam di rumah saja. Kalau tidak penting jangan dulu memaksakan keluar karena virus ini tidak memandang umur. Kemarin ada jenazah yang 18 tahun dan 24 tahun. Tapi bisa dicegah dengan diam di rumah,” tuturnya.

Imbuh dia, jenazah terinfeksi covid-19 tidak semengerikan seperti yang merebak melalui media sosial. Sekalipun tetap harus disikapi dengan kewaspadaan.

”Kita akan selalu siap 24 jam pokoknya kalau dibutuhkan. Bagi kita mah, ya, ini buat tambahan ibadah aja,” katanya pungkas Beni. (han)

About The Author

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
%d bloggers like this: