Penerapan Pembelajaran Berbasis Neurosains di SD Terpadu Maarif Gunungpring
BNews–MAGELANG– Pendidikan tidak lepas dari basis, konsep atau metode cara mengajarnya. Salah satunya yakni pembelajaran berbasi Neurosains.
Penerapan pembelajaran berbasis neurosains bertujuan untuk membantu dalam mengoptimalisasi potensi dan perkembangan peserta didik dengan pendekatan pedagogik dan teknologi yang tepat.
Hal ini sesuai dengan prinsip kerja otak yang dikemukakan Dr. White, & Dr. bloom dalam Aisyah ( 2012: 2.27 ); “50 % perkembangan kecerdasan anak terjadi sejak lahir sampai usia 4 tahun, dan 50 % sisanya terjadi pada rentang usia 4-18 tahun “. Dengan demikian, stimulasi kecerdasan otak anak secara optimal dapat dilakukan mulai sejak lahir sampai dengan usia 18 tahun.
Mengacu pendapat Mac Lean, 1990 (dalam Budiono) dengan teori ” Trune Brane “disebutkan, “wilayah otak manusia dibagi menjadi 3 bagian utama yang mengendalikan pikiran dan perilaku. Hal itu yaitu daerah batang otak, sistem limbik dan Korteks”.
Sistem Limbik merupakan bagian otak yang mengendalikan emosi seseorang. Apabila bagian otak ini didominasi emosi negatif, maka tidak dipungkiri akan muncul tindakan irasional dan tidak terpuji.
Upaya mengoptimalisasi perkembangan kecerdasan anak pada rentang usia sekolah dasar mulai diterapkan. Beberapa sekolah dasar (SD) mulai menerapkan basis pembelajaran tersebut.
Dengan potensi negatif yang mungkin muncul, SD Terpadu Ma’arif Gunungpring melakukannya berbagai upaya untuk menanamkan karakter positif pada peserta didik. Upaya yang dilakukan adalah dengan penanaman kebiasaan yang baik secara berkesinambungan.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Upaya yang dilakukan yaitu pertama untuk menumbuhkan rasa syukur kepada peserta didik dengan kegiatan rutin membaca sholawat dan dzikir asmaul husna saat akan dimulai kegiatan pembelajaran.
Upaya kedua yaitu pembiasaan penggunaan panggilan mas dan mbak sebelum nama peserta didik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, tanggung jawab; menghargai serta menghormati terhadap teman sebaya pada diri peserta didik.
Ketiga penanaman kejujuran dengan tidak mengambil atau mengembalikan barang yang bukan miliknya sudah tercermin dalam sikap dan tingkah laku peserta didik,
Hampir setiap hari kita sebagai guru menemui aktivitas peserta didik yang mengembalikan uang temuan yang terjatuh, “MasyaAllah….”, Itu yang terucap dari bibir kami saat melihat wajah wajah polos itu mengembalikan uang temuan yang bukan miliknya,” ungkap salah satu pengajar.
Upaya pananaman karakter positif tidak hanya untuk peserta didik saja; namun juga diterapkan kepada seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan di lingkungan SD Terpadu Ma’arif Gunungpring .
Kegiatan meliputi kajian rohani setiap akhir pekan, simakan mengaji; dan menyelenggarakan seminar dan workshop secara mandiri dan berkala untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme PTK.
Sekolah sebenarnya bukan sekadar sarana mentransfer dan peningkatan kecerdasan pengetahuan dan ketrampilan. Namun sebagai sarana penanaman nilai-nilai budi pekerti dan karakter secara baik dan benar. Hal ini agar nantinya peserta didik memiliki jiwa dan kepribadian yang unggul.
Jika peserta didik SD memiliki karakter yang baik, maka besar kemungkinan Indonesia akan memiliki generasi muda yang unggul dan bermartabat. Jadi pendidikan karakter di sekolah dasar menjadi faktor utama untuk membangun karakter generasi muda menjadi lebih baik. (*/Miji, S.Pd)