Ratusan Warga Ikuti Aksi Doa Bersama dan Orasi Lawan Kekerasan di Kota Magelang

BNews-MAGELANG— Ratusan warga yang tergabung dalam Aspirasi Masyarakat Sipil Magelang Raya (ASMARA) berkumpul di bawah patung kuda Alun-Alun Kota Magelang, Senin malam (8/1/2024).

Ditemani rintik rintik hujan tak menyurutkan semangat warga untuk menghadiri acara Doa Bersama untuk warga sipil terdampak. Selain doa bersama juga digelar teaterikal dan orasi.

Koordinator Aksi dan Doa Bersama Chabibullah menyebutkan, untuk pengisi orasi ada tiga orang.
“Ada Setiyo dari Aliansi masyarakat sipil kota Magelang; lalu Sundari dari Masyarakat Temanggung. Serta Saya sendiri, Chabibullah Koordinator Aksi Aliansi Masyarakat sipil Magelang Raya,” katanya.

Chabib panggilan akrabnya menjelaskan, kekerasan adalah musuh utama demokrasi, bertentangan dengan spirit dan substansinya. Demokrasi sebagai jalan hidup (way of life) dengan seperangkat institusinya adalah sarana non-kekerasan.

“Di bawah kondisi demokratis, kepentingan dan kekuasaan tak bisa diperoleh lewat jalan pemaksaan, tetapi melalui konsensus yang memerlukan penghormatan publik atas rule of law,” katanya.

Demokrasi, lanjutnya juga sistem pembagian kekuasaan secara legal yang aktor-aktornya menghindari kekerasan dan sama-sama diuntungkan oleh ketiadaan kekerasan. “Manakala perkembangan demokrasi belakangan ini diwarnai berbagai ekspresi kekerasan, baik fisik maupun verbal, maka kondisi demokrasi kita berada di ambang bahaya,” imbuhnya.

Lebih mengerikan lagi, kata Chabib berbagai ekspresi kekerasan di ruang publik itu makin merebak, seolah-olah di luar kapasitas negara untuk mengendalikannya. “Otoritas hukum dan keamanan negara tidak saja gagal melindungi hak sipil dan politik warganya, tetapi juga gagal melindungi dirinya sendiri,” ujarnya.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

“Ekspresi kekerasan mengemuka dalam ragam bentuk: kekerasan warga atas warga; kekerasan antarwarga unsipil (bentrokan antarsindikat); kekerasan negara atas warga; kekerasan warga atas negara; dan kekerasan antaraparat. Berbagai bentuk kekerasan itu berkelindan dengan kecenderungan meraih kekuasaan dengan mengoperasikan sarana pemaksaan dan kebencian (hate crime). Politik rekognisi atas kesetaraan warga dalam perbedaan diabaikan yang melanggar prinsip nomokrasi (negara hukum). Perkembangan ini mengindikasikan pelaksanaan demokrasi Indonesia belum mampu mentransformasikan gerak sentripetal kekuasaan yang bersifat narsistik menuju gerak sentrifugal yang berorientasi pada kemaslahatan umum,” paparnya.

Chabib juga mengatakan, catatan kejadian kekerasan , arogansi dan repsifitas , baik yang dilakukan oleh; kelompok masyarakat sipil terorganisir maupun aparat keamanan diakhir tahun 2023 sebagai penghantar proses demokrasi Indonesia yang akan beralngsung tanggal 14 Pebruari 2024.

“Hal ini menjadi keprihatinan bersama, 7 orang yang harus kena dampak dari peristiwa tersebut, 1 orang meningal dan 6 orang dirawat di rumah sakit. Dua peristiwa yang terjadi di Sleman dan Boyolali, yang secara kebetulan yang terdampak adalah masa pendukung pasangan 03 ( Ganjar- Mahfud),” terangnya.

Kekerasan yang melibatkan kelompok masyarakat sipil terorganisir dan Aparat keamanan adalah suatu bentuk tindakan; yang tidak bisa ditolirer dan ini permasalahan yang serius. “Apalagi sampai ada yang meninggal yakni Muhandi Mawanto. Sebuah pelanggaran HAM dan perlu tindakan serius bagi pelaksana Hukum di Negeri ini,”.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

“Hal ini juga menimbulkan keprihatinan bagi masyarakat sipil yang mendambakan proses demokrasi tanpa kekerasan dan ajang pesta serta konsolidasi masyarakat sipil unntuk mewjudkan demokrasi yang mampu menjawab problematika dan kebutuhan publik kedepan dangan adanya negara dan Pemerintahan dengan Pimpinanya,” pungkasnya.

Selain itu, ada lima point yang diserukan dalam kegiatan tersebut. Yakni :

  1. Aparat Hukum untuk menindak secara tegas dan transparan terhadap pelaku tindak kekeran dan arogansi yang mengakibatkan , meninggalnya 1 orang relawan dan luka – luka terhadap 6 orang relawan, baik di Sleman maupu di Boyolali
  2. Mengusut secara tuntas baik secara Institusi , organisasi dan individu yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut
  3. Meminta kepada Komisi 1 DPR RI untuk membentuk Panja Pegusutan kasus tersebut.
  4. Aparat Penegak Hukum untuk menjamin tidak terjadinya tindakan kekerasan dan arogansi serta menjaga netralitas dalam proses demokrasi yang sedang berjalan
  5. Meminta kepada semua elemen yang terlibat dalam proses demokrasi yang sedang berjalan ini baik sipil mau militer untuk bersama – sama menciptakan kedamaian dan kententraman besama.

(bsn)

About The Author

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!