Mengenal Lebih Dekat Kampoeng Dolanan Borobudur Magelang
BNews–MAGELANG– Mengenal lebih dekat pelataran Kampoeng Dolanan yang berada di kawasan Borobudur Kabupaten Magelang. Lokasi tepatnya di Dusun Sodongan RT 17/RW 6, Desa Bumiharjo, Kecamatan Borobudur.
Jika para pengunjung masuk ke lokasi tersebut, akan terasa kembai ke masa lalu. Pasalnya dengan suasana pedesaan dan banyak beragam permainan tradisional yang kerap dimainkan pada zamannya. Terutama bagi generasi 90-an ke bawah.
Suasana khas pedesaan memang jadi kerinduan tersendiri bagi sebagian orang. Terlebih, ketika hidupnya hanya berdampingan dengan suara bising kendaraan dan asap knalpot yang memenuhi ruang hampa.
Abbet Nugroho pengelola lokasi tersebut mengungkapkan sebagai orang yang hidup di kawasan padat penduduk dan bisa dibilang perkotaan, maka diciptakan ruang tersebut. Yakni menciptakan ruang bagi masyarakat, khususnya anak-anak dengan konsep Kampoeng Dolanan.
Ruang tersebut tidak serta merta tercipta begitu saja. Ada banyak kisah mengudara. Tepatnya, pada 2010 ketika ia mengikuti program tourshow musik di salah satu kota.
“Saya bertemu dengan salah satu tim produksi Iwan Fals. Kami banyak berbincang soal permainan tradisional, seperti gasing,” katanya beberapa waktu lalu.
Abbet dan kawannya berpikir untuk membuat sebuah wahana atau tempat berbasis permainan tradisional yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Diskusi pun makin digencarkan. Dibarengi dengan konsep yang matang.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Hingga pada 2012, keinginan tersebut dapat terwujud. Lahan keluarga milik Abbet disulap menjadi miniatur pedesaan. Banyak pula permainan tradisional yang ditawarkan. Pun dari sisi edukasi. Mulai dari bakiak, angklung, egrang, bola bekel, lompat karet, dakon, dam-daman, hingga gasing.
Abbet juga berkolaborasi dengan publik figur zaman dulu untuk terus mengembangkan kampung dolanan. Pasalnya, kampung dolanan yang menawarkan permainan tradisional ini hanya satu-satunya di Indonesia.
Kampoeng Dolanan ini, Abbet dedikasikan untuk masyarakat perkotaan yang semakin kesulitan mencari lahan bermain. “Awalnya, kami menghadirkan miniatur galeri, wahana permainan, warung cendera mata, apotek hidup, dan resto jadul,” ujarnya.
Namun, karena pengunjung semakin banyak, banyak pula masukan yang ia dapat. Hingga sekarang, banyak kegiatan yang disinambungkan dengan Borobudur. Terutama batik, gamelan, dan angklung nusantara.
Ketika pandemi datang, Abbet mengaku terseok-seok merawat Kampoeng Dolanan. Pasalnya, merawatnya tidak semudah yang dibayangkan orang-orang. Secara pendanaan pun, kurang. Ia sempat tiarap.
Kendati demikian, Abbet tak lantas menyerah begitu saja. Ia telaten merawat permainan-permainan tradisional yang ada. Berkat kesabarannya, lambat laun, kampoeng dolanan makin banyak kunjungan. Utamnya setelah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kabupaten Magelang turun level 1.
Banyak instansi-instansi terkait dan sekolah-sekolah yang mulai menyambangi Kampoeng Dolanan. Selain menawarkan permainan tradisional, Abbet juga mengedukasi para pengunjung terkait permainan tersebut.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
“Mirisnya, beberapa waktu lalu, kami ada kunjungan. Daerahnya masih cenderung pedesaan. Tapi, anak-anaknya baru tahu berbagai macam permainan tradisional ketika sudah di sini,” ucap Abbet.
Itulah satu hal yang membuat Abbet merasa prihatin dengan kondisi anak-anak yang cenderung tak mengenal permainan tradisional. Saat diajari pun, anak-anak ketagihan dan bisa belajar membuat permainan sendiri. Seperti memanfaatkan dedaunan di sekitar.
Jadi, menurutnya, tidak semua permainan harus dibeli. Bisa diciptakan sendiri sehingga tercipta pemikiran kreatif. Katanya, tidak apa-apa beli, asalkan harus ada batasannya.

Abbet berusaha menciptakan wahana permainan ini untuk merangsang anak untuk kreatif. Tidak hanya memainkan, tapi juga menciptakan. Menurutnya, yang terpenting, dalam setiap permainan memuat nilai-nilai luhur yang dibutuhkan untuk mengembangkan pendidikan karakter anak.
“Contohnya saat main dakon. Kalau tidak jujur, lawan mainnya akan mendapat sanksi sosial dengan mengejeknya. Jadi, suportifitas harus dilatih sejak dini,” tuturnya.
Abbet mengatakan, banyak orang tua yang sering melarang anak untuk bermain di luar. Terlebih yang lupa akan waktu. Dari situlah, orang tua kerap tak sadar bahwa pengetahuan anak tidak hanya berasal dari bangku sekolah maupun buku saja, melainkan dari lingkungan luar.
Menurutnya, yang hilang dari anak adalah karakter luhur dan kebaikan. Padahal, permainan memberikan sumbangsih besar dalam menggerakkan saraf motorik anak.
Dengan adanya fenomena tersebut, Abbet menganggap dolanan perlu dilestarikan. Meskipun, makin lama, permainan tradisional telah digeser dengan permainan dari gawai. (*)