Hari Raya Galungan Tahun 2020 Jatuh Bulan September, ini Sejarahnya

BNews—NASIONAL— Hari Raya Galungan merupakan perayaan besar bagi umat Hindu di Bali. Makna tersirat dalam perayaan Galungan mengajarkan bahwa kebaikan akan selalu menang melawan kejahatan.

Dalam kalender  Bali, satu bulan terdiri dari 35 hari. Galungan dilaksanakan setiap enam bulan sekali sesuai dengan penanggalan Bali dan biasanya dilaksanakan di Hari Rabu Kliwon atau umat Hindu menyebutnya Budha Kliwon Dunglan.

Untuk tahun 2020 kali ini, Hari Raya tersebut akan digelar pada bulan September 2020 ini. Tepatnya akan dimulai tanggal 16 September hingga 26 September.

Galungan berasal dari kata Jawa Kuno yang berarti “menang” : hari kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan). Pemaknaan Galungan sangat erat dengan mitologi sejarahnya.

Melansir berbagai sumber, disebutkan bahwa Fred B. Eiseman Jr. dalam Bali Sekali and Niskala: Essays on Religion, Ritual and Art (1989) mengungkapkan Galungan merupakan awal dari upacara keagamaan yang paling penting. Rakyat Bali percaya bahwa roh para leluhur akan pulang ke rumah di hari itu, dan menjadi kewajiban bagi mereka ntuk menyambutnya dengan doa dan persembahan.

Galungan pertama kali dirayakan pada malam bulan purnama tanggal 15, tahun Saka 804 atau 882 Masehi. Ketika Hari Raya itu tiba, umat Hindu akan mengenakan baju adat dengan kain kamen dan akan melakukan persembahayangan di pura masing-masing.

Ritual Galungan sempat terhenti beberapa tahun. Menurut cerita, saat ritual ini tidak dilaksanakan lagi oleh umat Hindu, banyak bencana yang menimpa Bali bahkan diyakini para raja yang berkuasa kala itu banyak wafat dalam usia muda juga dikarenakan oleh hal itu.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

Akhirnya , pada masa pemerintahan Raja Sri Jayakasunu, perayaan Galungan kembali digelar. Keputusan untuk kembali mengadakan perayaan itu didapat setelah Raja Sri Jayakasunu mendapat wangsit yang diyakini berasal dari Dewi Durga.

Wangsit tersebut menguak bahwa keanehan yang terjadi di Bali seperti bencana yang sering melanda Bali dan raja yang wafat di usia muda terjadi karena warga Bali sudah melupakan peringatan Galungan. Oleh karena itu, Galungan terus diadakan secara turun-temurun hingga saat ini,

Mengenai awal mula perayaan Galungan, terdapat kisah yang berbalut mitos. Hal tersebut diceritakan dalam tulisanan I Gede Marayana yang terhimpun dalam buku Galungan Naramangsa (2005).

Secara mitologi, dahulu di Bali ada raja yang beranama Mayadenawa. Raja tersebut sangat sakti namun sering berbuat adharma atau kejahatan hingga membuat resah warga.

Untuk melawan kejahatan tersebut, Mpu Sangkul Putih, seorang pemuka agama bersemedi memohon petunjuk. Dari persemedian itu, Mpu Sangkul mendapat ilham , dan dipercaya mendapat bantuan dari Dewa Indra, dewa yang menguasai cuaca.

Terjadilah pertempuran hebat antara kubu Mayadenawa dan pasuakan Dewa Indra. Pasukan Mayadenawa yang kejam tentunya kalah melawan pasukan Dewa Indra.

Cerita tersebut memberikan arti  bahwa dharma atau kebaikan mampu mengalahkan adharma atau kejahatan. Hal itulah yang mejadi dasar dari peringatan Hari Raya Galungun, hari kemenangan kebaikan melawan kejahatan. (magang/bsn)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: