Ini Kabar Terbaru Kasus Dugaan Korupsi Sertifikat Tanah di Borobudur
BNews—MUNGKID—Polres Magelang akan melakukan pelimpahan tahap dua dugaan tindak pidana korupsi ke kejaksaan. Yakni dugaan korupsi Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Desa Wringin Putih Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Pelimpahan tersebut yakni penyerahan barang bukti dan tiga tersangka ke kejaksaan. Ketiga tersangka adalah mantan Kepala Desa Wringin Putih, SP, 42, mantan Kasi Pemerintahan Desa Wringin Putih, MH, 60, dan Mantan Sekretaris Desa Wringin Putih, ML, 57.
”Sementara untuk barang bukti yaitu uang tunai sejumlah Rp 164.296.900., 1 rice cooker, 1 laptop, 1 charger laptop,” kata Wakapolres Magelang Kompol Aron Sebastian, dalam jumpa pers, Kamis (19/11/2020).
Download Aplikasi Borobudur News (Klik Disini)
Selain tiga barang itu, kata Aron, ada barang bukti lainnya antara lain satu bendel Berita Acara Iuran PTSL Tahun 2018, satu bendel Surat Keputusan Kades Wringin Putih Nomor 4 tahun 2018 tanggal 3 Februari 2019 tentang pembentukan panitia PTSL Desa Wringin Putih tahun 2018 beseta lampirannya. Satu bendel laporan pertanggung jawaban dana PTSL Desa Wringin Putih tahun 2018.
”Adapula satu buah Buku tabungan salah satu bank, untuk menyimpan uang hasil pungutan PTSL Desa Wringin Putih. Satu lembar Surat Petikan Keputusan Camat Borobudur Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang Nomor : 188.4/02/IV/1996, tanggal 03 April 1996 tentang Pengangkatan Kepala Urusan Pemerintah Desa Wringinputih,” imbuh Aron.
Lanjut dia, ketiga tersangka disangkakan Pasal 12 huruf e UURI No. 20 Th 2001 tentang perubahan atas UURI No. 31 Th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 18 UURI No. 31 tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan UURI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UURI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberi sesuatu , membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” ujarnya.
”Ancaman pidana paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara serta denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000,” sambungnya.
Tambah Aron, pihaknya tidak akan main-main atas pelanggaran tindak pidana korupsi. ”Hal ini untuk menimbulkan efek deterrent kepada pihak manapun agar tidak melakukan hal serupa,”ujarnya.
Download Aplikasi Borobudur News (Klik Disini)
Kasus ini terbongkar saat Polres Magelang berhasil mengungkap kasus tersebut dan mengamankan satu tersangka yakni MH, 60. Saat itu sebanyak 99 saksi juga dimintai keterangan oleh petugas.
Diketahui bahwa dalam program itu terdapat 641 pengajuan pembuatan PTSL namun yang sudah jadi sertifikat baru 634 pengajuan.
Masyarakat yang sudah membayar biaya pengajuan ada 526 pemohon dengan jumlah Rp 394.500.000. Dengan rincian tiap satu pemohon membayar Rp 750 ribu. Dari jumlah itu, telah digunakan sebesar Rp 271.926.150.
”Uang itu digunakan, ada untuk kepentingan desa dan ada dana yang masuk ke pribadi masing-masing tersangka,” papar Aron.
Penarikan sebesar Rp 750 ribu tiap pemohon, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebab berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agraira dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Ds., Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi Nomor : 25/SKB/V/2017, Nomor : 509-3167A Tahun 2017, Nomor : 34 Tahun 2017 Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.
”Besaran biaya berdasarkan SKB 3 Menteri guna Pra-pemberkasan di BPN sebesar Rp 150 ribu,” imbuh Aron
Kemudian, juga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 12 tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/0002669 Tentang Tindak Lanjut Pelaksanaan PRONA di Jawa Tengah. (mta)