Penjual Soto dan Sate di Magelang ini Nekat Jadi Caleg DPR RI
BNews-MAGELANG– Makiran, pemilik soto khas Boyolali ‘Niki Remen’ dan sate ayam khas Ambal, Kebumen; nekat mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI di daerah pemilihan (dapil) 6, yang mencakup Wonosobo, Purworejo, Magelang, Kota Magelang, dan Temanggung.
Sehari-hari, Makiran dan istrinya menjual soto dan sate ayam di lapak mereka di samping Informa Magelang, tidak jauh dari RSUD Tidar Kota Magelang. Warung mereka selalu ramai setiap hari. Beberapa pelanggan bahkan menyebut bahwa soto mereka segar dan bumbu satenya begitu khas.
Namun, ada alasan yang kuat mengapa Makiran nekat terjun ke Pemilu 2024. “Meskipun saya sudah memiliki usaha, tetapi jiwa saya tetap buruh,” ujar Makiran dengan tegas.
Makiran, yang lahir pada tanggal 3 April 1970, telah aktif terlibat dalam organisasi pekerja sejak tahun 1997.
Dia pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah Serikat Pekerja Hero Supermarket (DPW SPHS) Jateng dan DIY pada tahun 2000.
Dia juga dipercaya menjadi Ketua Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Jateng selama tiga periode, hingga saat ini.
Mengingat latar belakangnya, Makiran ingin memperjuangkan hak-hak kolektif para pekerja. Dia juga ingin melawan undang-undang omnibus yang terutama berkaitan dengan ketenagakerjaan.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Menurut Makiran, undang-undang Omnibus Law yang “konon” bertujuan untuk memperbaiki nasib pekerja justru merugikan mereka, sementara pengusaha atau industri justru lebih diuntungkan. Oleh karena itu, kepentingan pekerja harus terus disuarakan.
“Banyak orang yang dirugikan oleh omnibus law ini, termasuk para petani, nelayan, tenaga kesehatan, tenaga pendidik, dan lain-lain,” tegasnya.
Dalam klaster ketenagakerjaan, kebijakan outsourcing dalam rekrutmen karyawan telah merambah ke semua sektor usaha. Namun, menurut Makiran, angka serapan pekerja yang tinggi hanyalah ilusi belaka. Setelah ditelusuri, kontrak kerja outsourcing umumnya hanya berlaku selama satu tahun.
“Meskipun lulusan sekarang terlihat banyak yang mendapatkan pekerjaan, namun pada kenyataannya, merekrut angkatan sebelumnya telah memecat mereka,” celotehnya. Sebagai Ketua Asosiasi Profesi Pemasaran Indonesia (APPI) Jateng, Makiran sangat mengenal permasalahan ini.
Menurut Makiran, di balik lulusan yang perlu berjuang keras untuk menyelesaikan pendidikan mereka, orang tua mereka berjuang keras pula untuk membiayai pendidikan tersebut. Dan Makiran termasuk salah satunya. Dia bahkan pernah menghadapi kesulitan pembayaran sekolah dan harus berhutang.
“Saat lulus, anak-anak tidak memiliki kepastian mendapatkan pekerjaan. Kebijakan ini sangat tidak adil,” ungkapnya sambil mata memerah dan berkaca-kaca. Makiran masih jelas mengingat masa-masa sulit itu.
Menurutnya, banyak pekerja yang tidak memahami hak-hak mereka. Bahkan, banyak pengusaha atau pemberi kerja yang menyembunyikan hak-hak para pekerja. Terkait PHK, seharusnya tidak boleh dilakukan sepihak. Pemutusan hubungan kerja harus melalui proses pengadilan.
“Jika status karyawan tetap, proses PHK harus melalui pengadilan. Tidak boleh dilakukan sembarangan,” tegasnya sebagai caleg dari Partai Buruh.
Makiran juga bertekad untuk memperjuangkan hak-hak para pekerja, seperti jaminan uang makan, jaminan pengangguran, jaminan pendidikan, jaminan perumahan, BPJS gratis, dan lain sebagainya.
“Banyak buruh yang digaji di bawah upah minimum kota (UMK), padahal mereka termasuk warga miskin. Negara sebenarnya mampu memberikan tunjangan uang makan sebesar Rp 500.000 per bulan bagi warga miskin seumur hidup. Dan negara juga seharusnya memberi jaminan kepada pekerja yang terkena PHK atau sedang menganggur, berupa uang stimulus,” pungkasnya dengan semangat inspiratif. (*)