Waspada Penyakit DBD Di Tengah Pandemi Covid-19
BNews–OPINI– Di tengah merebaknya pandemi virus covid-19, masyarakat diimbau tetap waspada akan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Pasalnya, hingga akhir tahun 2020 banyak kasus DBD yang ditemukan di hampir semua wilayah yang ada di Indonesia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang jumlah kasus dan penyebarannya cenderung meningkat cepat sehingga dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kematian.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga flaviviridae. Dimana yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Siklus hidup nyamuk ini terdiri dari empat stadium, yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Stadium telur hingga pupa berada di lingkungan air, sedangkan stadium dewasa berada di lingkungan udara.
Dalam kondisi lingkungan yang optimum, seluruh siklus hidup ditempuh dalam waktu sekitar 7-9 hari, dengan perincian 1-2 hari stadium telur, 3-4 hari stadium larva, 2 hari stadium pupa.
Siklus penularan penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes sp betina yang menggigit penderita demam berdarah sehingga virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk. Virus dengue berada di dalam tubuh nyamuk hidup dan berkembangbiak menyebar ke seluruh tubuh nyamuk.
Nyamuk yang telah terinfeksi virus dengue mengalami masa inkubasi 8-10 hari sesudah menghisap darah penderita. Setelah melalui masa inkubasi tersebut, kelenjar ludah nyamuk menjadi terinfeksi virus dan siap untuk ditularkan ke orang lain melalui gigitannya.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Nyamuk Aedes sp yang menghisap darah orang sehat, maka virus dengue pada tubuh nyamuk keluar bersama melalui air liur nyamuk dan menginfeksi melalui gigitan. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 4-7 hari timbul gejala awal penyakit.
Gejala yang di alami penderita yaitu demam tinggi dan umumnya di sertai dengan nyeri pada sendi, otot dan tulang, sakit kepala, serta nyeri pada bagian belakang mata. Bayi, anak-anak, wanita hamil (virus dapat ditularkan dari ibu ke janin) \; dan orang tua serta orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah rentan terkena penyakit DBD.
Hingga saat ini penyakit DBD belum ada obat yang dapat membunuh virus Dengue atau vaksin demam berdarah.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Hal ini karena di beberapa daerah masih sering terjadi kejadian luar biasa.
Saat ini kasus demam berdarah dengue (DBD) tersebar di 472 kabupaten/kota di 34 Provinsi yang ada di Indonesia.
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia hingga 3 Desember 2020 tercatat terdapat 95.893 kasus demam berdarah dengue (DBD). Dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak 661.
Kabupaten Magelang merupakan salah satu daerah dengan kasus DBD yang tinggi setiap tahunnya dan cenderung menunjukkan kenaikan yang fluktuatif.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Kabupaten Magelang pernah menjadi wilayah yang mempunyai kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Jateng. Angkanya tembus 39 kasus per 100 ribu jiwa penduduk.
Kabupaten Magelang memiliki 21 kecamatan, 5 kelurahan, dan 367 desa dengan jumlah penduduknya mencapai 1.280.679 jiwa dan luas wilayah 1.102,93 km². Enam Kecamatan di wilayah Kabupaten Magelang dinyatakan sebagai daerah rawan dan endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyebaran penyakit DBD terjadi merata di semua wilayah Kabupaten Magelang.
Dikutip dari Buku Saku Dinas Kesehatan Jawa Tengah 2018-2020, jumlah kasus penyakit DBD tertinggi di Kabupaten Magelang terjadi pada tahun 2019. Yakni dengan 16,7% kasus per 100.000 penduduk dan presentase angka kematian (Case Fatality Rate) akibat DBD sebesar 0,93%.
Angka kasus penderita DBD memang terus meningkat mulai tahun 2018 dengan jumlah kasus 6,41% per 100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2020 akhir angka kasus penyakit Malaria sedikit menurun, sekitar 10,9% kasus per 100.000 penduduk; dengan presentase angka kematian (Case Fatality Rate) akibat DBD sebesar 2,11%.
Terjadinya penyakit DBD diakibatkan karena adanya interaksi atau hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku manusia. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh dalam peningkatan jumlah kasus DBD di Kabupaten Magelang adalah curah hujan dan perubahan iklim yang tidak menentu.
Curah hujan Kabupaten Magelang yang tinggi dan perubahan iklim seperti hujan yang diselingi panas hingga beberapa hari dapat memicu bertambahnya tempat perindukan nyamuk; yakni Aedes aegypti dan meningkatkan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Selain itu, perilaku masyarakat yang belum melakukan PSN dengan baik dan masih mengandalkan penyelesaian masalah DBD dengan cara fogging. Hal ini juga menjadi penyebab meningkatnya penyebaran penyakit DBD; karena beberapa wilayah Kabupaten Magelang telah resisten terhadap insektisida sehingga pemberantasan penyebaran nyamuk menggunakan fogging sudah tidak efektif lagi.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Dengan terus meningkatnya kasus penyakit DBD maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya melakukan surveilans (menyisir) kasus DBD di rumah sakit pemerintah maupun swasta, baik dalam dan luar wilayah Kabupaten Magelang, ;melakukan koordinasi dengan puskesmas dan dilanjutkan ke desa untuk kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE); apabila ada laporan kasus DBD dari rumah sakit, mengadakan penyuluhan tentang DBD dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) ke masyarakat oleh petugas puskesmas.
Lalu melakukan pemantauan jentik berkala yang dilakukan oleh jumantik terutama di di wilayah endemis serta memberikan edukasi pencegahan penyakit DBD dan perilaku hidup bersih sehat.
Akan tetapi, upaya-upaya tersebut belum mampu untuk mencegah terjadinya penyakit DBD. Oleh karena itu, perlu adanya peran serta masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu dengan cara “3 M PLUS” melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J).
Kegiatan 3M meliputi menguras tempat penampungan air minimal 1 minggu sekali, menutup tempat penampungan air; dan mendaur ulang atau memanfaatkan kembali barang bekas yang memiliki potensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Dema Berdarah Dengue.
Selain itu, ditambah dengan PLUS mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk, seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air; menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; menanam tanaman pengusir nyamuk, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, gotong royong membersihkan lingkungan; periksa tempat-tempat penampungan air, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar; mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian yang berpotensi menjadi tempat bersembunyi nyamuk DBD di dalam rumah.
Dengan kebiasaan baru yang mengharuskan kita untuk membersihkan diri setelah sampai di rumah. Sekaligus memastikan pakaian yang dipakai setelah aktivitas langsung dicuci sehingga mengurangi resiko terkena penyakit DBD.
Hal tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus dan tepat sasaran sehingga kejadian penyakit DBD dapat berkurang bahkan hilang. (Vivi Atny Prasetyana | Universitas Kristen Duta Wacana)-Editor: bsn.