BNews–KESEHATAN– Tanaman Ganja di Indonesia memang dilarang secara hukum. Pasalnya masuk dalam golongan psikotropika,
Namun ternyata Ganja telah berabad lampau masuk Indonesia. Di masa lalu ganja menjadi salah satu alat tukar dengan rempah-rempah.
Sudah menjadi rahasia umum beberapa wilayah di Indonesia banyak terdapat tanaman Ganja dan dimanfaatkan. Tiga wilayah yang memanfaatkan ganja adalah Aceh, Tambora, dan Ternate.
“Tapi tradisi di Tambora musnah dan kebudayaan tidak berkembang setelah letusan gunung,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara Inang Winarso seperti dikutip dari detikcom, Senin (31/8/2020).
“Warga Ternate masih memakai ganja dalam acara-acara ritual, seperti dupa,” ujar Inang.
Sejarah ganja berawal dari Aceh. Aceh memang menjadi jalan masuk ganja ke Indonesia. Pedagang Gujarat, India, membawa ganja masuk ke Indonesia sekitar abad ke-14. Ganja berfungsi sebagai alat transaksi perdagangan. Ganja menjadi alat tukar dengan cengkeh, kopi, lada, vanili, dan jenis rempah lainnya.
Warga Aceh menanam ganja berdampingan dengan padi. Ganja itu berfungsi sebagai tanaman pengusir hama.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Dalam prosesnya, ganja menjadi salah satu rempah penting dalam masakan. Ganja menjadi campuran bahan dalam gulai itik dan pelembut daging. Bahkan, ganja juga menjadi campuran kopi.
Inang menyebut bukti ganja sebagai obat ada dalam manuskrip kitab kuno Tajul Muluk. Pedagang juga membawa ganja ke Ternate di Maluku Utara.
Warga Ternate memakai ganja sebagai salah satu rempah untuk meditasi dan ritual. Selain itu, ganja juga berguna sebagai obat kencing nanah, gonore, asma, dan nyeri dada.
Barulah kemudian, politik rasialis dan kepentingan ekonomi di AS memasukkan ganja dalam daftar narkotika.
Pelarangan ganja itu pun berkembang menjadi isu internasional dan menjadi Konvensi Tunggal tentang Narkotika. Indonesia menekan konvensi tersebut saat era Presiden Soeharto melalui UU Narkotika Nomor 8 Tahun 1976.
Sementara itu Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Inggrid Tania, menyebut beberapa senyawa seperti cannabid dan flavonoid berpotensi menjadi obat.
“Karena sifat utamanya memang psikoaktif sehingga arahnya bisa untuk obat yang bisa memengaruhi persarafan. Jadi bisa bersifat analgesik atau anti nyeri, anti radang, antiansietas, anti kejang, dan anti mual muntah. Itu potensi untuk dikembangkan,” tutur Inggrid seperti dikutip dari detikHealth. (*/Lubis)