Jadi Makanan Legendaris di Magelang, Begini Sejarah dan Filosofi Gethuk
BNews—MAGELANG—Gethuk merupakan makanan yang mudah di temukan di Jawa Tengah, apalagi di wilayah Magelang. Makanan ringan ini terbuat dari bahan utama ketela pohon atau singkong.
Selain menjadi makanan alternatif yang dikonsumsi warga Magelang., Gethuk juga sering dijadikan sebagai oleh-oleh khas untuk para wisatawan yang berkunjung ke Magelang. Yang mana objek wisata di wilayah Magelang banyak yang sudah terkenal hingga mancanegara, salah satunya Candi Borobudur.
Sebagaimana dikutip Borobudurnews dari sejarahunik.net, Gethuk adalah salah satu makanan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat khususnya di wilayah Magelang. Namun ternyata, belum banyak yang mengetahui sejarah terciptanya makanan yang satu ini.
Sejarah Gethuk berawal pada jaman penjajahan Jepang. Konon pada masa itu beras yang merupakan bahan makanan pokok Indonesia, menjadi barang langka yang sulit di temukan. Sehingga penduduk lokal (asli) Magelang berupaya menggantinya dengan ketela, yang saat itu banyak terdapat di sekitar rumah dan mudah ditemukan di pasar.
Download Musik Keren (Klik Disini)
Hingga muncullah nama mbah Ali Mohtar yang berasal dari Desa Karet, Magelang. Ia berinovasi dengan ketela untuk dijadikan makanan yang cukup menarik saat dihidangkan dan tak membosankan dimakan.
Ketika itu, mbah Ali mencoba mengolah ketela dengan cara dikukus kemudian dihaluskan sekedarnya kemudian dicampur dengan gula. Dari sanalah konon makanan yang bernama Gethuk ini berasal.
Meskipun saat itu, untuk menghaluskan ketela masih menggunakan cara manual yakni dengan cara ditumbuk oleh 4 – 6 orang dalam sebuah lesung. Namun setelah tahun 1985, Mbah Ali berhasil membuat mesin penggilas ketela yang dapat membuat adonan gethuk menjadi lebih cepat dan halus.
Setelah Mbah Ali meninggal dunia, usaha ini diteruskan oleh anak-anaknya. Sekarang ini memang banyak bertebaran Gethuk serupa di pasaran. Namun untuk Gethuk asli Magelang, setelah Mbah Ali meninggal, pembuatannya kemudian dilanjutkan oleh cucu-cucunya.
Saat ini usaha pembuatan Gethuk Gondok dilanjutkan oleh cucu Mbah Ali yang bernama Hj. Sri Rahayu. Sedari remaja, Hj. Sri Rahayu telah terjun langsung ke dunia per-gethuk-an, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi sampai membantu berjualan di pasar.
Dan sebagai generasi ketiga dari mbah Ali Gondok dalam kunjungan teman-teman komunitas bloger Magelang pada tahun 2010, beliau pun menyampaikan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat membuat Gethuk karena prosesnya cukup mudah dan bahan bakunya-pun tidak sulit untuk didapat.
Download Aplikasi Borobudur News (Klik Disini)
Sementara, filosofi dari getuk singkong sendiri yakni melambangkan kesederhanaan dan mempergunakan potensi yang kita miliki secara aktif dan kreatif. Sehingga membuat kita lebih mandiri dalam berbagai macam situasi.
Pada dasarnya Getuk Singkong itu melambangkan kesederhanaan, nrimo ing pandum, qona’ah, apa adanya, dan jauh dari sikap konsumerisme atau gagah-gagahan semata. Di saat-saat bangsa sedang dilanda krisis ekonomi yang berimbas pada fluktuasi harga barang dan sembako, dan berujung pada rendahnya daya beli masyarakat, maka rakyat diajak untuk mengeratkan tali pinggang meskipun hanya dengan mengkonsumsi singkong.
Dalam kondisi yang demikian, singkong pun bisa menjadi pilihan yang tepat untuk bertahan karena memang harganya yang murah meriah dan bisa didapatkan di mana saja. Tanaman ‘kaum alit’ ini boleh dikatakan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.
Bukan semata umbinya yang bercita rasa khas, kemudian filosofi tentang singkong telah mengajarkan kepada kita bahwa kesederhanaan dan kerendah-hatian dan dibarengi dengan berbagai macam potensi diri yang memadai, akan menjadikan hidup kita lebih acceptable di segala ruang dan waktu. Jadi, janganlah gengsi bersentuhan dengan singkong di tengah-tengah modernitas. (*/mta)