Stabil dan Tidak Terpengaruh Musim Kemarau, Harga Ubi Madusari Magelang Tetap Sama

BNews-MAGELANG– Musim kemarau telah berlangsung lama dan diyakini telah menurunkan produksi, namun harga ubi Madusari khas Kecamatan Windusari Magelang tetap stabil.

Tidak ada kenaikan harga yang signifikan. Berdasarkan pantauan di Pasar Bandongan dan Windusari, harga umbi madusari tetap stabil di harga Rp5.000,- per kilogram.

“Meskipun demikian, harga ubi madusari tetap sama, tidak terjadi kenaikan. Saya membeli dari Pasar Windusari dengan harga Rp4.000 per kilogram. Di Pasar Bandongan, saya menjualnya seharga Rp5.000,” kata seorang pedagang di Pasar Bandongan pada hari Senin (20/11/2023).

Sementara itu, Ketua Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI), Istanto, saat dihubungi di rumahnya di Dusun Truni Kecamatan Windusari, mengatakan bahwa harga ubi jalar berkisar antara Rp3.500 hingga Rp4.200 per kilogram. Sebelum musim kemarau, harga ubi di tingkat petani berkisar antara Rp3.000 hingga Rp3.500.

Istanto menjelaskan bahwa harga ubi madusari di tingkat petani bervariasi tergantung pada tingkat kesulitan dan kemudahan akses ke lahan.

Jika akses menuju lahan sulit, harga ubi akan lebih murah karena pedagang harus mengeluarkan biaya transportasi yang lebih besar. Sebaliknya, jika akses menuju lahan mudah, harga akan cenderung lebih tinggi.

Dalam pengelolaan ubi, terlebih dahulu dilakukan pemilihan dan pengelompokkan menjadi beberapa kelas atau grade sebelum masuk ke pasar. Kelas A umumnya diminati oleh pengekspor.

DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)

Kelas B banyak dibeli oleh pedagang pasar, pabrik, swalayan, dan pemanggang ubi. Sedangkan ubi kelas C banyak dibeli oleh pengolah ubi atau home industry.

Pengelompokkan ini membuat harga ubi berbeda-beda. Ada yang lebih mahal, ada yang lebih murah. Untuk ubi kelas bagus, harga dari pengepul kepada pedagang bisa mencapai Rp6.000 per kilogram.

“Kualitas yang sudah dicuci dan bersih, umumnya memiliki harga yang lebih tinggi. Namun, saat ini harga ubi tetap stabil,” jelas Istanto.

Selama musim kemarau, budi daya ubi dirasakan cukup terdampak, terutama pada lahan-lahan tadah hujan yang memiliki irigasi yang kurang baik. Namun, lahan yang terhubung dengan sistem irigasi yang baik tetap memiliki produksi yang optimal.

“Beberapa daerah di dataran tinggi seperti Genito dan Candisari Atas hampir tidak bisa ditanami karena kurangnya pengairan yang baik. Budidaya menjadi tidak maksimal. Namun, untuk lahan yang memiliki irigasi Sidandang, produksinya tetap baik meskipun petani harus bergiliran berbagi,” ungkapnya. (*/sumber Panennews.com)

About The Author

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!