Tarian Jaran Papat asal Magelang yang Wajib Dipentaskan Tiap 7 Syawal
BNews–MAGELANG– Sebuah tradisi unik menyambut bulan Syawal masih dilakukan oleh warga di lereng Gunung Merbabu ini. Dimana sebuah kesenian dipentaskan di awal bulan Syawal oleh warga di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Uniknya, kesenian ini dilakukan hanya empat orang. Dimana empat orang ini menarikan kesenian kuda lumping, yang diberi nama “Jaran papat” (kuda empat).
“Tarian Jaran Papat merupakan tarian yang dipentaskan hanya dua kali dalam setahun. Yakni saat acara Merti Dusun yang dilaksananakan setiap Bulan Sapar ( kalender Jawa) dan 1 Syawal,” kata Supadi Haryanto salah satu tokoh masyarakat. Dikutip suarabaru.
Supadi mengatakan, pementasan kesenian Jaran Papat tersebut merupakan pentas pembuka dari semua kesenian yang hidup dan berkembang di dusun yang ada di lereng Gunung Andong.
“Di Dusun Mantran Wetan ini , ada kepercayaan tidak boleh ada kesenian lain yang pentas, sebelum Jaran Papat dimainkan,” katanya.
Menurutnya, pementasan kesenian tersebut juga untuk nguri-uri ( melestarikan ) kesenian yang adhiluhung dan berkembang sejak ratusan tahun silam.
Ia menambahkan, pementasan kesenian kuda lumping dengan ciri khas penarinya hanya empat orang itu di awal bulan Syawal tersebut, dilaksanakan mulai siang tengah hari.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
“ Sebelumnya, masyarakat setempat setelah Salat Idul Fitri kemudian bersilaturahmi dan dilanjutkan dengan pementasan Jaran Papat dari siang hingga sore menjelang Magrib, “ kata Supadi yang juga Ketua Komunitas Lima Gunung.
Selain dimainkan oleh empat orang penari yang rata-rata telah lansia, kesenian Jaran Papat tersebut tetap dipentaskan, meskipun tidak ada yang menonton dan dalam segala kondisi cuaca.
“Kalau hujan turun, biasanya dipentaskan di dalam rumah salah seorang penduduk,”ujarnya.
Ia menambahkan, meskipun para penarinya semuanya telah lansia, tetapi mereka tetap mewariskan kesenian tersebut kepada anak cucunya. Sehingga, kesenian tersebut tidak akan sirna.
Sementara itu, tarian Jaran papat tersebut menceritakan perjalanan Prabu Klana Sewandono dari Kerajaan Kediri untuk melamar seorang putri dari suatu kerajaan di Pulau Bali. Namun, di tengah perjalanan para prajurit tersebut dihadang oleh raksasa dan terjadilah peperangan.
“Tarian ini menceritakan tentang peperangan antara prajurit Klana Sewandono melawan para raksasa. Pada cerita peperangan itu tidak ada yang menang dan kalah. Karena sesungguhnya maknanya yakni peperangan melawan hawa nafsu,pungkasnya. (*)