Dibalik Yayasan Sandal Jepitan Bareng Magelang, Kisah Pilu Dialami Budi
BNews–MAGELANG-– Masyarakat Magelang sudah tidak asing dengan nama Sandal Jepitan Barengan, khususnya para pengguna media sosial. Dimana itu sebuah nama komunitas yang bergerak dalam bidang kemanusian di sekitar Magelang.
Dibalik Sandal Jepitan Barengan, ada sosok Budi Irawanto, 37, warga Perumnas Kalinegoro, Mertoyudan. Hingga sekarang Ia bersama teman-temannya telah membantu banyak orang dan tak terhitung jumlahnya.
Ia mendedikasikan hidupnya untuk membantu sesama. Bahkan, sudah 16 tahun ia bergerak bersama teman-temannya menjadi relawan kemanusiaan.
Sehingga Ia menjadi pelopor berdirinya Yayasan Sandal Jepitan Bareng (SJB). Dan didukung oleh teman-temannya.
Tidak sedikit, aksinya menjadi sorotan media pemerintah maupun sosial media. Pasalnya aksi-aksinya dalam membantu sesama tersebut.
Ia bersama teman-temannya selalu tak terlihat lelah, mulai dari pembagian sembako turun ke jalan di masa pandemi hingga bedah rumah.
Dibalik itu semua, Budi ternyata memiliki cerita pilu di masa lalu. Awalnya, ia hanya seorang bocah malang yang dipilih untuk merasakan pahitnya kehidupan.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Ia menjadi satu anak yang kurang beruntung. Saat duduk di bangku kelas tiga SD, keluarganya berantakan. Broken home.
Saat menginjak kelas enam, sang ayah meninggal. Ibunya entah kemana. Hingga sempat terlintas dalam benaknya untuk membunuh sang ibu. Pasalnya, keluarganya telah mendoktrin bahwa yang membunuh sang ayah adalah ibunya.
Tak hanya itu. Ia kerap menjadi anak jalanan. Lalu lalang di pinggir jalan. Menjadi preman hingga menjadi pengguna dan pengedar narkoba. “Dulu saya menyia-nyiakan masa muda saya untuk itu semua,” kenangnya saat ditemui di Alun-alun Kota Magelang, Senin (21/3/2021)
Dengan kesehariannya yang seperti itu, membuat Budi lama-kelamaan jenuh dan bosan. Hingga terlintas dalam benaknya untuk bunuh diri. Saat itu, ia tengah dalam kondisi sakau dan duduk di belakang mobil dengan bak terbuka.
Terjunlah ia dari atas mobil hingga jatuh di jalanan. Entah sebuah keberuntungan atau kesialan, usaha untuk bunuh dirinya gagal. Ia masih dinyatakan hidup.
Budi juga pernah mengalami kecelakaan hingga kaki kanannya patah. Ia tak bisa lagi berkelahi dan berlari. Namun, kejadian yang ia alami tak lantas membuatnya taubat. Ia masih saja bergantung pada narkoba dan berbuat kenakalan lain.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Hingga suatu ketika, ia berada pada titik terendah. Ia lelah menjalani kehidupan yang monoton, hanya itu-itu saja. Ia lelah menjadi seorang yang bisa dikatakan kurang baik. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk berubah.
Malam harinya, ia tengah makan di Shoping, Jalan Ikhlas, Kota Magelang. Waktu itu, ada seorang pengamen jalanan yang bernyanyi tanpa membawa alat musik. Budi saat itu menolak memberikan uang kepadanya. Hingga kali ketiga, pengamen tersebut mengeluarkan cutter dan menusukkannya di punggung Budi. Lehernya pun ditarik ke belakang. Hingga membuat mata pisaunya patah menyisakan luka sobek sepanjang sepuluh senti.
Ia dilarikan ke RSUD Tidar Kota Magelang untuk mendapatkan perawatan intensif. Semenjak itu, ada pengalaman spiritual yang dialami oleh Budi. “Saat itu, ada sosok dalam diri saya yang bertanya, ‘kamu tahu tidak kenapa orang itu pengen bunuh kamu? Kenapa nusuk kamu?’ gitu terus sampai beberapa kali,” katanya.
Hingga akhirnya ia menyerah dan bilang tidak tahu. Lantas, sosok tersebut berkata kalau si pengamen itu lapar. Pasalnya, ketika seseorang lapar, dia akan melakukan apa saja asal keinginannya terpenuhi.
Mulai saat itulah, ia mulai harus merubah visi hidupnya dengan mencari pekerjaan dan mulai berlatih bermain musik, membawakan acara, hingga menjadi badut. Lantas hasil uang yang didapatkan, ia belikan nasi box untuk bagikan kepada anak-anak juga masyarakat yang membutuhkan. Dulu sebutannya Ngaji Bareng di Jalan.
DOWNLOAD APLIKASI BOROBUDUR NEWS (KLIK DISINI)
Aksi kemanusiaan itu ternyata membuat orang lain tergerak untuk ikut serta. Banyak pula yang se-visi dengannya. “Banyak yang bergabung. Sekarang ada 20-an relawan dari Magelang,” ujarnya.
Aksi bagi nasi tersebut lambat laun ditinggalkan. Ia bersama relawan lain fokus untuk mengedukasi masyarakat, kesehatan lansia, bedah rumah, membangun musholla, pendidikan karakter anak dengan mendirikan sekolah terbuka di Borobudur, hingga pemberian modal usaha kepada para pedagang.
Semua dana yang terkumpul berasal dari donasi orang yang masih peduli dengan kondisi sekitar. Selain itu, ia juga aktif membagikan setiap kegiatan kemanusiaannya melalui media sosial. “Lama-lama mulai dikenal. Di Indonesia ini tidak pernah kekurangan orang baik. Mereka percaya kepada kita hingga meminta untuk menyalurkan donasi tersebut,” paparnya.
Bahkan, bukan hanya donatur dari Magelang maupun Indonesia saja, Budi menyebut, ada beberapa donatur dari luar negeri. Seperti Afrika, Singapura, bahkan Australia. Terlebih, semua pemasukan dan pengeluaran, Budi upayakan untuk transparan. Dengan dibagikan melalui akun media sosialnya. Kata Budi, sebuah kolam yang jernih, dengan membuang koin ke dalamnya, orang pasti tau gerak dan jatuhnya ke mana.
Pemerintah pun mulai melirik aksi mereka. Sehingga, niat yang awalnya hanya ingin berguna untuk masyarakat, akhirnya menjadi sebuah yayasan kemanusiaan dengan legalitas dan payung hukum. Tepatnya, sejak satu tahun yang lalu. “Bukan keinginan pribadi, tapi desakan dari luar. Karena dianggap berguna, otomatis dituntut untuk transparan dan lebih bertanggung jawab,” tandasnya. (*)