Kemunculan Cacing Pernah Tandai Tandai Gempa di Jogja

BNews—MUNGKID— Sejumlah warga di Kabupaten Magelang, Solo dan Jogja dikejutkan dengan kemunculan secara misterius cacing-cacing tanah. Mereka keluar secara bersamaan.

Fenomena ini pernah terjadi pernah terjadi sebelum gempa yang melanda Bantul, DI Yogyakarta dan Pangandaran, Jawa Barat. Ketika itu, fenomena cacing keluar dari tanah di Bantul dan Pangandaran langsung dikaitkan dengan pertanda gempa bumi.

Kala itu sejumlah ilmuwan LIPI memberikan tanggapan atas fenomena tersebut. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), lipi.go.id, geolog dari LIPI, Eko Yulianto, mengatakan kemunculan cacing tanah di Bantul tak bisa diabaikan.

“Ada catatan, sebelum gempa Pangandaran, beberapa ahli ITB membuat pernyataan gempa tak mungkin di sana. Yang terjadi sebaliknya,” katanya

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Dwi Daryanto mengakui kemunculan cacing tersebut di wilayah Karangjati, Kasihan, Bantul.

Namun dirinya melihat hal ini terjadi karena adanya fenomena hujan saat musim kemarau. “Kemungkinan karena kepanasan mereka muncul di permukaan,” kata dia pada 3 Juni 2015 silam.

Sementara Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono waktu itu menegaskan, fenomena itu muncul karena adanya perubahan iklim pancaroba dan tidak terkait dengan gempa bumi seperti 2006 lalu.

“Ini masa transisi musim hujan ke musim panas. Waspada bahwa Bantul rawan gempa bumi, tapi kepanikan jangan berlebihan,” ujar Surono.

Pria yang akrab disapa Mbah Rono ini menyebut Bantul memang menjadi daerah rawan gempa. Pada 1946, lindu besar menggoyang Bantul dan kembali terjadi setelah 60 tahun kemudian, yaitu pada 2006.

Dia juga mengungkapkan fenomena munculnya cacing itu tidak bisa dikaitkan dengan kondisi Gunung Merapi. Karena kondisi Merapi saat ini dalam keadaan normal.

“Saya pikir masyarakat Yogya cukup cerdas. Bantul memang rawan gempa. Tahun 1946 terjadi gempa dan baru terjadi gempa lagi pada 2006, sekitar 60 tahun kemudian. Sekarang 2006 sampai sekarang [tahun 2015] kan baru berapa tahun? Apakah cukup energi yang terkumpul untuk gempa seperti 2006?” jelas Mbah Rono.

Dia menyatakan tak ada alat atau teknologi yang mumpuni untuk meramalkan akan terjadinya gempa bumi. “Tidak ada teknologi meramalkan ke depan akan terjadi gempa, bisa dideteksi, tapi tidak tahu kapan,” ujar Mbah Rono waktu itu.

Sedangkan pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawidjaja punya pendapat lain. Fenomena itu tak selalu terjadi sehingga tak bisa dijadikan indikator atau tolak ukur pertanda gempa. Butuh alat untuk memastikan hal tersebut.

“Enggak selalu terjadi, waktu [gempa] Aceh enggak ada, waktu gempa Nias enggak ada, Mentawai enggak ada, ” tutur dia.

“Belum tervalidasi. Kalau ada satu metode yang enggak tentu, enggak bisa diulang lagi dengan cara yang sama, enggak bisa diakui sebagai scientific method [metode ilmiah], ” kata dia.

Meski begitu, tak bisa dimungkiri sejumlah gempa bumi merusak di dunia di antaranya memang diawali cacing keluar dari tanah, seperti di Haicheng. “Kemungkinannya kecil kalau [alasan cacing-cacing ke permukaan tanah] karena tektonik, ” kata dia.

Dia mengatakan, jikapun ada gempa, kemungkinan itu karena aktivitas tektonik dari lepas pantai. Meski lokasi tersebut, menurut dia, berada jauh dari lepas pantai.

Namun, dia tak menampik ada kemungkinan gejala tektonik di suatu tempat bisa saja terbaca lewat perilaku hewan-hewan di sekitarnya. Seperti cacing ini. Perubahan di alam, kata dia, dapat membuat hewan-hewan merasa gelisah dan tak nyaman.

”Insting makhluk hidup bisa merasakan perubahan di alam, seperti waktu gempa di Padang (Sumatera Barat). Sejak sebelum gempa kok tiba-tiba hewan-hewan besar yang enggak keluar, tiba-tiba keluar, ” ujar dia. (her/wan)

sumber : suara.id

About The Author

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!