Sejarah Kelam Pembantaian Massal di Jembatan Progo yang Ambruk
BNews—TEMANGGUNG— Jembatan Progo di Kranggan Temanggung memiliki nilai historis tinggi. Sejarah menyebutkan bahwa jembatan itu merupakan bagian dari perjuangan warga mengusir penjajah.
Sampai saat ini, setiap hari pahlawan, para veteran sering mengunjungi Jembatan itu. Salah satunya untuk menggelar tabur bunga sebagai bentuk duka cita.
Bagaimana tidak, dihimpun dari berbagai sumber, bahwa di Jembatan Progo itu pernah terjadi pembantaian masal pada tahun 1949. Ada lebih dari 1000 orang yang dibantai saat itu.

Sebelum dibunuh missal warga Indonesia, diikat tangan dan ditutup matanya oleh tentara Belanda, lalu para tentara Belanda dengan keji menembak dan bahkan ada yang dipenggal kepalanya. Mayat-mayat merekapun diarahkan langsung ke sungai Progo sehingga langsung terjatuh ke sungai saat pembantaian.
Pembantaian di Temanggung dilakukan Belanda salah satunya akibat keluarnya surat perintah penyerbuan yang ditandatangani Kolonel Bambang Soegeng. Nama itu merupakan Gubernur Militer/Panglima Militer III sekaligus inisiator serangan balik terhadap Agresi Militer yang dilakukan Belanda, sebelum adanya surat perintah 11 Maret (Supersemar).
Untuk mengenang kejadian tragis tersebutlah, maka Pemerintah Kabupaten Temanggung membangun “Monumen Bambu Runcing” atau biasa disebut “Monumen Bambang Sugeng” sebagai saksi bisu sejarah kelam dan kejinya Belanda di Temanggung.
Monumen tersebut terletak di sebelah komplek makam pahlawan Mayjend TNI Bambang Sugeng. Mayjend TNI Bambang Sugeng sendiri adalah pahlawan yang berusaha melawan Belanda. Dia juga merupakan orang yang mengibarkan Bendera Merah Putih di Alun-alun Temanggung saat kemerdekaan Indonesia tahun 1945. (bn1/bsn)